Hubungan perpacaran ini naik satu tingkat ke level yang lebih serius. Horeee...
Gimana semua ini berawal? Jadi pada suatu malam, saya mengendap-endap ke kamar Faisal sambil membawa pisau. Lalu ku arahkan ke lehernya ketika ia sedang tertidur, “Lu mau gua gorok atau mending kawinin gua akhir taun 2014?” dia milih ngawinin saya 2014.
Nggak deng. Semua ini berawal dari... saya. Iya, saya pengen nikah. Judul awalnya sih, nikah sama siapa aja nggak penting. Saya pengen berkeluarga. Prioritas utama ya sama pacar saya lah. Kebetulan dia mau. Semenjak itulah drama menghampiri hubungan kami dengan intens.
Awal 2014 ini sih tepatnya. Semenjak saya tahu saya ingin menikah, tetiba radar saya sensitif banget. Selalu berpikir, “Apa dia orang yang tepat? Kriteria seperti apa sih orang yang saya ingin jadikan suami? Dst. Dst.” Dari situlah standar saya.. naik.
Saya banyak komplain sama orang yang udah saya pacarin 3 tahun lebih ke belakang. Hal-hal tentang Faisal yang saya toleransi sebelumnya, jadi masalah buat saya. Ini itu sedikit saya ngambek. Bumi jadi gonjang-ganjing. Saya jadi punya kriteria tersendiri tentang suami idaman. Dan dia.. menerima.
!!!
Saya sendiri nggak percaya dengan apa yang saya dengar. Saya nyaris meminta dia untuk ngubah kepribadian loh. Yang mana permintaan itu benar-benar bagaikan pedang bermata dua. Kalau dia ga mau nurutin keinginan saya, wes bye-bye. Kalau iya dia mau nurutin saya, saya juga kecewa berat. Kenapa? Saya ingin laki-laki yang punya prinsip. Meski saya tukang ngatur, saya nggak ingin mengatur laki-laki (sedemikian rupa, tulisan ini bisa disadur kemudian hari,iya saya senang mengatur sebenarnya). Saya ingin dipimpin laki-laki. Saya nggak suka lelaki loyo, sujud di hadapan wanita. Saya ingin pria berkarakter, lelaki yang kokoh. Yang ada atau tidak ada saya, selalu bisa menjadi versi terbaik dari dirinya.
Jadi mau saya apa sih? Mungkin suami idaman saya itu Bruce Wayne alias Batman.
Setelah urusan berantem itu beres. Pacar akhirnya meyakinkan saya secara logis bahwa dia loh laki-laki itu. Datang lagi badai yang lain. Pacar saya, ehm, melanggar prinsip saya yang lain. Yang dia yakin, saya belum pernah mengatakan aturan main prinsip saya tersebut. Hellooooww... saya pikir hal itu aturan main utama dalam menjalin hubungan saya sejak awal. Mengetahui Faisal melanggar prinsip dasar tersebut di tahun keempat kami pacaran benar-benar bikin saya patah arang. Saya minta putus.
Faisal saat itu tengah mengerjakan (tepatnya memimpin) proyek di kantornya. dia harusnya sedang fokus. Setelah beberapa kali permintaan putus dan penolakan putus, akhirnya dia sms: “Kalau hanya ingin berpisah, jangan datang malam ini. Karena besok hari penting buat gue, please jangan lu rusak.”
...............
Sediiiiiiiih banget baca sms itu.
Karena, saya nggak pernah berniat ngehancurin hidup Faisal walau hanya satu detik. But i did.
Teringat pepatah “Jangan sengaja pergi agar dicari. Jangan sengaja lari biar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu.”
Saya tidak dalam posisi itu. Sengaja pergi agar dicari, sengaja lari biar dikejar. I kid you not. The truth is, I love him. I do. Dan yang saya pengen dari Faisal ialah, dia happy. Terutama dari itu, saya pengen Faisal maju. Saya nggak pernah pengen sekalipun jadi batu penghalang dalam hidup dia. Dan hal terakhir yang paling tidak saya inginkan adalah melihat Faisal sedih. Saya pengen jadi pelangi di langitnya setelah hujan reda. Saya pengen jadi oase di tengah padang gurun yang gersang. Saya ingin jadi lebah yang membantu putik menemukan benangsarinya. Saya bisa menemukan ribuan pengandaian kalau saya ini, diri saya, hanya ingin membuat hidup dia lebih.. ah apapun kata-kata positif yang tertanam di benak Anda, para pemirsa.
Jadi malam itu saya menemuinya. Saya cukup gemetar mengingat saya menyadari bahwa saya amat menyayanginya sehingga membantu saya untuk menyampingkan semua ego saya. Faisal yang nggak tahu saya datang malam itu untuk berdamai, tampak grogi juga. Setelah pembicaraan singkat malam itu, kami sama-sama tersenyum. Dan dia kembali dengan terburu-buru untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Saya tahu, saya siap. Saya ingin berjuang bersamanya melebihi hari ini, melebihi hari-hari yang telah lewat.
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Gimana semua ini berawal? Jadi pada suatu malam, saya mengendap-endap ke kamar Faisal sambil membawa pisau. Lalu ku arahkan ke lehernya ketika ia sedang tertidur, “Lu mau gua gorok atau mending kawinin gua akhir taun 2014?” dia milih ngawinin saya 2014.
Nggak deng. Semua ini berawal dari... saya. Iya, saya pengen nikah. Judul awalnya sih, nikah sama siapa aja nggak penting. Saya pengen berkeluarga. Prioritas utama ya sama pacar saya lah. Kebetulan dia mau. Semenjak itulah drama menghampiri hubungan kami dengan intens.
Awal 2014 ini sih tepatnya. Semenjak saya tahu saya ingin menikah, tetiba radar saya sensitif banget. Selalu berpikir, “Apa dia orang yang tepat? Kriteria seperti apa sih orang yang saya ingin jadikan suami? Dst. Dst.” Dari situlah standar saya.. naik.
Saya banyak komplain sama orang yang udah saya pacarin 3 tahun lebih ke belakang. Hal-hal tentang Faisal yang saya toleransi sebelumnya, jadi masalah buat saya. Ini itu sedikit saya ngambek. Bumi jadi gonjang-ganjing. Saya jadi punya kriteria tersendiri tentang suami idaman. Dan dia.. menerima.
!!!
Saya sendiri nggak percaya dengan apa yang saya dengar. Saya nyaris meminta dia untuk ngubah kepribadian loh. Yang mana permintaan itu benar-benar bagaikan pedang bermata dua. Kalau dia ga mau nurutin keinginan saya, wes bye-bye. Kalau iya dia mau nurutin saya, saya juga kecewa berat. Kenapa? Saya ingin laki-laki yang punya prinsip. Meski saya tukang ngatur, saya nggak ingin mengatur laki-laki (sedemikian rupa, tulisan ini bisa disadur kemudian hari,
Jadi mau saya apa sih? Mungkin suami idaman saya itu Bruce Wayne alias Batman.
Setelah urusan berantem itu beres. Pacar akhirnya meyakinkan saya secara logis bahwa dia loh laki-laki itu. Datang lagi badai yang lain. Pacar saya, ehm, melanggar prinsip saya yang lain. Yang dia yakin, saya belum pernah mengatakan aturan main prinsip saya tersebut. Hellooooww... saya pikir hal itu aturan main utama dalam menjalin hubungan saya sejak awal. Mengetahui Faisal melanggar prinsip dasar tersebut di tahun keempat kami pacaran benar-benar bikin saya patah arang. Saya minta putus.
Faisal saat itu tengah mengerjakan (tepatnya memimpin) proyek di kantornya. dia harusnya sedang fokus. Setelah beberapa kali permintaan putus dan penolakan putus, akhirnya dia sms: “Kalau hanya ingin berpisah, jangan datang malam ini. Karena besok hari penting buat gue, please jangan lu rusak.”
...............
Sediiiiiiiih banget baca sms itu.
Karena, saya nggak pernah berniat ngehancurin hidup Faisal walau hanya satu detik. But i did.
Teringat pepatah “Jangan sengaja pergi agar dicari. Jangan sengaja lari biar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu.”
Saya tidak dalam posisi itu. Sengaja pergi agar dicari, sengaja lari biar dikejar. I kid you not. The truth is, I love him. I do. Dan yang saya pengen dari Faisal ialah, dia happy. Terutama dari itu, saya pengen Faisal maju. Saya nggak pernah pengen sekalipun jadi batu penghalang dalam hidup dia. Dan hal terakhir yang paling tidak saya inginkan adalah melihat Faisal sedih. Saya pengen jadi pelangi di langitnya setelah hujan reda. Saya pengen jadi oase di tengah padang gurun yang gersang. Saya ingin jadi lebah yang membantu putik menemukan benangsarinya. Saya bisa menemukan ribuan pengandaian kalau saya ini, diri saya, hanya ingin membuat hidup dia lebih.. ah apapun kata-kata positif yang tertanam di benak Anda, para pemirsa.
Jadi malam itu saya menemuinya. Saya cukup gemetar mengingat saya menyadari bahwa saya amat menyayanginya sehingga membantu saya untuk menyampingkan semua ego saya. Faisal yang nggak tahu saya datang malam itu untuk berdamai, tampak grogi juga. Setelah pembicaraan singkat malam itu, kami sama-sama tersenyum. Dan dia kembali dengan terburu-buru untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Saya tahu, saya siap. Saya ingin berjuang bersamanya melebihi hari ini, melebihi hari-hari yang telah lewat.
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.