daily thoughts and activities

Showing posts with label personal. Show all posts
Showing posts with label personal. Show all posts

Sunday, March 11, 2018

(Kejadian ini berlangsung sudah cukup lama. Siapa tahu di kemudian hari ada part 2-nya)

Suatu malam di hari kerja urusanku sudah beres, jam menunjukkan pukul 20.25. Aku pun bergegas ke tempat parkir sembari menyusuri pinggiran Jalan Kemanggisan Raya yang macet itu. Tak lama ada langkah kaki kecil yang dengan gesitnya melewatiku dari arah bersebrangan. Cepat seperti angin.

Aku menoleh ke belakang untuk melihat gerangan yang baru saja melangkah sebegitu cepatnya. Kulihat anak kecil bertelanjang kaki dengan karungnya membuka tutup tong sampah dan mengais-ngais dalam tong tersebut. Aku pun melanjutkan langkahku.

Kepikiran.

Aku sudah begitu dekat dengan kendaraan hingga akhirnya aku memutar arah menyusuri jalan yang sama. Anak itu tidak terlihat lagi. Apa iya secepat itu meninggalkan Jalan Kemanggisan Raya ini? Aku bertanya pada Bapak-Bapak yang sedang duduk di warung pinggir jalan.

“Pak, lihat anak kecil yang bawa karung barusan lewat sini tidak? Pergi ke arah mana ya dia?”

“Oh anak kecil pemulung yang suka bawa karung ya Dek? Tadi kayaknya saya liat deh. Tapi saya nggak perhatikan dia ke mana. Memang dia jam segini jalan di daerah sini.”

“Baik, Pak. Terima kasih.”

Kususuri jalan itu sekali lagi. Dan ketika ada gang aku menoleh ke gang tersebut. Gotcha! Di sanalah dia lagi memilah tumpukan sampah.

Usai memilah sampah, dia berjalan keluar gang menuju ke arahku.
“Halo Dek, sudah makan belum? Makan yuk sama kakak.”

Dia memperhatikanku beberapa detik. Lalu menjawab “Boleh”

Ternyata di Jalan Kemanggisan malam itu rumah makan sedang tutup. Yang tersisa hanya tempat makan yang terang nan kekinian namun yang dijual hanyalah indomie, roti bakar, dan sebangsanya.

“Yang buka hanya ini , Dek. Pilih saja kamu mau makan apa. Kakak pesan minum saja, sudah makan koq”

Ia memilih indomie dan susu Milo dingin.

Dimas. Begitu dia mengatakan namanya usai memesan makanan. Dimas bersekolah kelas 2 SD dan tinggal di perkampungan pemulung di daerah Jakarta Barat.

Makanan datang dan aku mengutuk mengapa orang yang memasak hal sepele seperti Indomie saja tidak bisa. Mienya sudah mekar bagai sudah tergenang di mangkok beberapa jam. Melihatnya saja aku sudah tidak nafsu. Dan benar, Dimas tidak menghabiskan makanannya. Tapi dia menghabiskan Milo dinginnya.

“Maaf, Kak tidak habis. Udah kenyang”
“Ya. Tidak apa-apa. Apa rumah Dimas jauh dari sini?”
“Ya, masih lumayan. Tapi nanti dijemput Bapak”
“Dijemput di mana?”
“Nanti ketemu di tengah jalan. Bapak Dimas kan mulung juga. Nanti pasti ketemu. Tiap malam kayak gitu koq.”
“Kalau ga ketemu gimana?”
“Pasti ketemu koq.”
“Trus kamu tiap hari pulang semalam ini, besoknya kan sekolah. Apa nggak capek di sekolah?”
“Nggak koq. Kan Bapak pake gerobak. Jadi nanti kalo udah ketemu Bapak, Dimas tidur di gerobak sampe rumah. Biasanya juga udah ga bangun lagi, Bapak yang gendong ke tempat tidur.”

Jleb.

Langsung terbayang jaman aku macet-pacitan di daerah Jakarta, terus ga sengaja lihat Ibu2/Bapak2 yang dorong gerobak beserta anak-anaknya yang sedang tertawa-tawa senang di atas gerobak yang sedang didorong itu. Di tengah ibukota. Di tengah lautan motor dan mobil.

Mereka masih kecil hingga tak terlalu memusingkan mengapa orang lain bawa motor, bawa mobil, sedang mereka naik gerobak. Namun kalau sudah besar, mereka akan sadar dan lebih besar kemungkinan menjadi minder sehingga menutup pemikiran untuk maju dan bercita-cita. Begitulah biasanya lingkaran kemiskinan mengulang.

Di satu sisi, aku juga malu. Pada waktu itu aku lagi merengek ingin ganti mobil sedangkan bagi Dimas, dia tidak komplen gerobaknya merupakan kendaraannya yang bisa membuatnya tertidur pulas sembari ayahnya mengantarkannya ke rumah. Betapa aku termasuk kaum yang tidak bersyukur.

“Lalu bagaimana Ibumu? Dimas punya kakak atau adik?”
“Ibu sama Bapak sudah pisah. Ibu pergi dari rumah bareng kakak-kakak Dimas. Dimas anak paling kecil. Cuma Dimas yang tinggal sama Bapak. Semuanya ikut dengan Ibu.”

Aku udah speechless bagian ini. Ingin rasanya menangis. Tapi nggak mungkin lah depan anak kecil ini. Teringatku data-data perceraian di Indonesia yang tidak semuanya terdata. Karena bercerai, bahkan menikah pun butuh uang. Apa kabar bagi mereka yang miskin?

“Dimas, Kakak ada beberapa buku anak-anak. Kakak akan pinjamkan ke Dimas. Besok malam Kakak tunggu di Circle K ya dari jam 8 atau kalau Dimas sampe jam setengah 9 pun ga masalah. Kita juga bisa makan lagi”

Dimas tidak menjawab dan dia pun tidak menatapku. Pandangannya lurus dan seperti sedang mengawang-awang. Mungkin dia tidak tertarik buku. Mungkin juga dia pikir aku bohong. Mungkin dia akan datang. Atau juga tidak.

Esok malam, usai pulang kerja aku menunggu di Circle K dengan beberapa buku dan snack juga susu. Dua jam lebih aku menunggu hingga hampir pukul 10 malam. Dimas tidak datang.

---

Di pekerjaan baruku, saya punya harapan bisa berkontribusi dalam membantu atau bahkan meminimalisir Dimas-Dimas lain. Memang masih terlalu awal untuk mengatakan ini. Tapi tulisan ini juga sebagai pengingat mengapa saya berada di posisi sekarang, apa yang membuat saya termotivasi untuk bekerja lebih dan positif sekaligus optimis sebagai solusi dari Dimas. Semoga.

Friday, December 16, 2016

Pertanyaan sejuta dolar (kalau ada yang mau ngasih).

Sebagai pasutri menikah 2 tahun, saya lumayan mengalami berbagai situasi yang dihadapkan dengan pertanyaan di atas. Berikut sampel jawaban-jawaban yang bisa digunakan sebagai referensi. Ada yang berdasar kenyataan maupun referensi internet. Semoga bermanfaat.

Ini nemu di blog orang. Jawaban epic yang masih cocok diberikan sebagai respons ke orang yang lebih tua

Hong: Kong, Kapan kamu hamil?
Kong: Minggu depan, Tante. Kalau nggak hujan.
--

Jawaban kalau lagi nggak mood tapi masuk akal (banget).

Hong: Kong, Kapan lo punya anak?
Kong: Lah elo, kapan mati?

Sesungguhnya manusia lahir, menikah, hamil, dan mati adalah rahasia Allah. Jadi sah-sah aja sih jawab begitu. Ngerasa ditanya balik kapan mati kasar? Jadi kapan ngelahirin nggak kasar ya? Hmm, persoalan.
--

Dua jawaban epic itu belum pernah saya pake sih. Tapi mayan buat referensi kalo kepepet. Saya sendiri mengalami pertanyaan sejuta dolar itu beberapa kali. Yang berikutnya tanya jawabnya dari pengalaman pribadi ya :)

Mantan teman sekantor dulu pernah nanya one million dolar question tersebut 3 bulan sejak saya menikah.

MT (Mantan Teman) : Din, udah hamil belom lu?
SC (Saya Cantik) : Belom.
MT : Napa lo belom hamil? Sengaja nunda?
SC : Hmm, ya begitulah.
MT : LAAH NGAPA NUNDA?? KARMA LU nanti mandul ga bisa punya anak!
SC : ...

Tersinggung nggak? Iya, sedikit. Lebih banyak KASIANNYA sih sama orang narrow-minded kek gitu. Secara saya cantik dan pintar, jadi saya mengerti bahwa semua orang itu punya resiko dalam kehidupan ini. Mau nikah cepet nikah atau lama kek, hamil umur 16 atau umur 50 kek, resiko seperti mandul, keguguran, hamil kembar 6, melahirkan anak dengan kebutuhan khusus, dan  sebagainya adalah bagian dari roda kehidupan. Everyone has their own battle in marriage. So just keep your mouth shut because you don’t really know what other marriage couples have gone through.

Waktu masih tinggal di Karawaci, salah satu security menyapa gue,

Security (SC): Selamat siang, Ibu.
Saya (S) : Siang, Pak.
SC : Jam segini belum berangkat, Bu. Suami Ibu udah berangkat. Ibu kerja di mana?
S : Di Jakarta, Pak.
SC: Anaknya kok nggak dibawa, Bu?
S: Saya belum punya anak, Pak.
SC: Oh, maafkan saya, Bu. Saya nggak bermaksud menyinggung.
S: Nggak apa-apa (sambil senyum ramah, no hard feeling at all)
SC: Maafkan saya Bu
S: ....
SC: Sekali lagi maafkan saya, Bu. *sambil bungkuk-bungkuk*
S: .....

Udeh orang kayak gini nggak usah di apa-apain lagi dan nggak penting diceramahin. Dia beda frame sama kita dan entah kenapa dia udah nggak enakan duluan. Daripada gue komentar nambah rasa nggak enak dia, yaudah diriku berlalu dengan senyum saja. Maafkan aku juga, Pak.

Atau beberapa kasusnya seperti ini
Teman (T) : Din, udah hamil belom?
Saya (S) : Belum
Teman (T) : Gini nih caranya.. Pas lu gituan sama laki lo, posisi lu blabalala, atau balbala. Manjur dah!

Atau saran untuk gue perlu ke dokter secepatnya buat cek kenapa belum hamil juga setelah dua bulan menikah --“

Iyah itu pas awal-awal menikah gue masih polos. Dan kenapa yah kalau gue jawab “belum” dengan maupun tanpa kasih keterangan lanjutan terkadang masih aja dibahas di moment tertentu.
--

Akhirnya saya menemukan jurus (lumayan) ampuh untuk menghadapi situasi tersebut,
Question (Q): Din/Mbak, udah punya anak?
Answer (A): Belum Bu/Mbak/Cin AHAHAHA *itu loh ketawa awkward yang bener ketawanya kek baca teks AHAHAHA
Q: Kenapa?
A: AHAHAHHA
Q: Nunda ya?
A: AHAHAHHA
Q: ... (udah males nanya)

Lebih ampuh lagi kalo ada suami saya deketan. Jadi biasanya saya sama suami akan pandang2an sambil ketawa AHAHAHHA dan si penanya akan merasa awkward dan ganti topik AHAHAHHA.

Lebih sering juga, saya yang ditanya trus suami saya yang kebetulan lagi deket dan denger langsung jawab, “ini saya udah” sambil ngelus2 perut buncitnya. Suami saya tuh tuh sebel kalau di rumah saya panggil gendut, sekalipun dengan nada manja. Tapi di tengah2 orang untuk menghindari saya dari situasi awkward dia mengorbankan diri dengan memamerkan perut buncitnya di depan umum *terharu
--

Kalau lagi asik.
Teman (T) : Din, udah hamil belom?
Saya (S) : Belum. Mau namatin majalah Cosmopolitan dulu.
T : ?
S : 12 gaya bercinta dalam setahun. Jadi tiap bulan ada 1 gaya baru.
T : HAHHAHAHHAHABANGKEEEEE HAHHAHAHAan****%$I&^65w8745e67w

Btw ini majalahnya.


Sunday, December 29, 2013

Setelah hiatus berbulan-bulan.. saya kembali nge-blog. Haha! Maafkeun. Kasian kamu, blog.

Ada kabar apa dari dunia saya?
Muka? Cakepan. Pacar? Masi sama. status? Masi sama (ga dilamar-lamar T__T). Kerjaan? Beda.

Bahas yang beda aja lah yah..

Well, not so much to tell. Berhubung baru oktober akhir gue pindah kerja. Sekarang, alhamdulillah banyak dikelilingi orang-orang yang inspiring. Yang ngeselin bikin hati bergejolak ngajak perang? Ada juga. Bagus lah, ada angels ada devils juga. biar hidup gua balance. Kalo kata trainer gue Pak Satya kerja tuh harus “happy = productive” dan pacar gue ga pernah nyeramahin gue tentang gimana-gimana, cuma selalu ngingetin pagi-pagi “don’t forget to smile”. Alhamdulillah, those kind of positive energy that keeps me going.

Ohiya, sebentar lagi taun baru. Gue pas main ke toko buku di Teraskota beli jurnal kosong gitu. Ceritanya mau gue bikin dreams journal. Bukan jurnal mimpi pas tidur yah. Tapi mimpi target gue yang harus gue capai per bulan kek, triwulan, semester, taun, and so on.
penampakan si journal

Emang gue demen banget dah sama nyatet-nyatet kejadian, plan dll (walau masi kurang disiplin ngelaksanain plan tersebut, i try to). Dulu pertama kali punya diary waktu SD. Nggak tau sih sekarang udah kemana tuh diary. Kalo diary SMP sih masih kesimpen. Isinya cuma tentang pusing pelajaran, jajanan enak di sekolah, chiki-chiki kesukaan, dan cinta monyet gue hahahah. Kadang kalo lagi pengen nulis masi gue lanjutin tuh diary aneh.

Pas kerja, punya agenda yang penuh catetan sana-sini. Dan hari Rabu kemarin, diriku merasa sekarang saat yang tepat untuk bikin dreams journal. Terinspirasi dari Summarecon, Sinarmas Land, dan developer hebat lainnya yang walaupun udah bikin masyarakat Indonesia makin konsumtif tapi bener-bener jadi contoh nyata kalo kita bisa desain mimpi kita sendiri dan bener-bener mewujudkannya sama persis (random abis y?).

Gue keinget aja gitu dulu BSD (Bumi Serpong Damai) belom kayak sekarang, cuma brosur-brosur yang disebarin marketing supaya orang-orang mau pindahin kehidupannya kesini, hutan karet yang disinyalir bakal jadi hunian kaum urban. dan bener-bener terwujud, kalo mau dibilang profesional, apa yang dijanjikan brosur sama kenyataannya adalah persis sama.

Yes, we can do, have, and be exactly what we wish.

Semoga diriku bisa makin rajin nge-blog yah. Begitu pula dengan pembaca setia blog ini. Inget aja sama Kartini. Pahlawan wanita di negara ini  begitu banyak, tapi yang paling tenar seantero itu beliau. Kenapa? Asumsi gue sih karena dia yang paling banyak menulis. Kisah hidup beliau, kejadian sejarah, situasi sosial politik, aksi maupun emosi beliau paling komplit terdokumentasi. Menulis bisa buat perbedaan.  So, see you on letters, folks!

Sunday, August 26, 2012

Happy Eid Mubarak, semuanya! Telat banget yah, Ramadhannya udah lewat baru mau cerita tentang puasa. Haha biarin deh, mungkin kemarin tuh Ramadhan terakhir saya bisa melakukan ritual yang menyenangkan selama di rumah. Tahun depan nggak bisa lagi karena sudah bekerja (amiiinnn).

Selama Ramadhan lalu, pukul tiga sore saya biasanya meluncur menuju supermarket untuk beli buah-buahan (Soalnya waktu itu belum pede belanja di pasar dan mempraktekkan jurus tawar-menawar). Jam empat sore saya sudah di rumah lagi, solat, ngangkatin jemuran, lalu ngerokin buah-buahan yang tadi saya beli untuk jadi sop buah. Sop buah favorit keluarga ini mudah banget. Saya biasanya pakai melon, pepaya, buah naga, semuanya di potong bulat. Lalu biar ada campuran masam saya tambahkan strawberry diiris sedikit. Tambah syrup susu ros-nya Marjan. Segeeer..

Setelah urusan sop buah beres, saya nganget-ngangetin makanan, udah nggak masak-masak lagi karena masak udah beres pagi. Saya belum bisa masak yang canggih-canggih hehe, jadinya biasanya Mama jadi chef dan saya jadi sous chef-nya.  Paling sore-sore gitu saya goreng-goreng tempe atau ayam. Berhubung makanan yang mau diangetin suka banyak macemnya namun kompor cuma ada dua tungku, jadinya saya bahagia bisa mengandalkan doi satu ini.

Menurut namanya sih, doi itu microwave oven tapi saya nggak ngerti di mana letak oven-nya. Karena kalo oven harusnya bisa baking yah. Tapi si doi ini cuma bisa reheating, defrosting sama simple cooking kayak bikin pop corn sama nasi.

Biar dikata cuma bisa nganget-ngangetin juga saya senang karena bener-bener mempermudah pekerjaan banyak dalam waktu singkat. Tsaah, nggak perlu nungguin depan kompor buat cek api, dll. Nggak perlu bersin-bersin kesedak kalo ngangetin sambel. Nggak perlu bolak-balik nyuci peralatan dapur karena ngangetinnya langsung di mangkok hidangan. Bisa joget-joget dulu di ruang TV sambil nungguin bunyi “bip bip biiippp” pertanda waktu yang di-set buat ngangetin makanan udah beres. Ooh senangnya hatiku.

Abis ngangetin makanan, nyiapin teh manis, lalu cuci-cuci piring kotor. Kelar urusan nyiapin buka-bukaan, saya menyiram tanaman tomat kesayangan dan gunting-gunting dikit kalo ada dahan yang ga guna (udah layu atau terlalu kecil dahannya sehingga ngalangin jalannya air ke dahan yang produktif dan menghasilkan buah). Katanya sih kalo mau nyiram tanaman sore hari bagusnya jam lima ke bawah, lupa alasannya kenapa hehe.

 penampakan pohon tomat kesayangan
Itu padahal modelnya udah jungkir balik ga keruan karena beberapa kesalahan yang saya lakukan pas nanemnya. Harusnya itu pake pot yang gede sekalian hehe, terus dari awal harusnya di kasi penunjang batang soale batangnya lumayan besar untuk ditunjang sendiri sama si akar, apalagi kalo udah berbuah, tambah berat bukan?

Dulu juga saya sekali pake pupuk NPK yang bulet-bulet merah kayak pakan ikan ternyata lebih efektif pake pupuk cair yang semprot. Hmm padahal saya udah sembrono gitu ya tapi dia masih aja berbuah untuk kedua kalinya *peluk pohon tomat >.<*. 

Biasanya selesai semua ritual tersebut bertepatan dengan adzan di televisi dan masjid-masjid sekitar rumah
berkumandang. Gonna miss those lovely afternoons.

Monday, October 24, 2011

*this essay has no thesis statement
**some of paragraphs (ok, many paragraphs) below are quoted from site http://www.guardian.co.uk/media/2011/jan/22/social-networking-cyber-scepticism-twitter


These days, everyone has two living types. First, is in the real one and the second is in virtual one. The real one is the world we live everyday when we wake up, go to school or office, and back to sleep at the end of the day. The virtual one is in the internet. We have names, characters, and friends there. It's called social media.

According to Wikipedia, “The term Social Media refers to the use of web-based and mobile technologies to turn communication into an interactive dialogue.” There are different types of social media: collaborative projects (e.g. Wikipedia), blogs and microblogs (e.g. Twitter), content communities (e.g. Youtube), social networking sites (e.g. Facebook), virtual game worlds (e.g. World of Warcraft), and virtual social worlds (e.g. Second Life). At the top of social media networking in the world, which is known to us as Facebook.

If you just meet someone new, while asking your names, your contact numbers, there's no doubt they will ask you your Facebook profile. After that, they will add you as their friends and you will communicate through it. It's a good thing to know the details of someone, including their personal information, their stupid and cool photos, and even know what kind of persons they are based on looking their Facebook profile. But, if you know a person and can communicate with them just by sitting in front of your computer, does it improve your communication skill in real life? You can have hundreds or even thousands of friends on Facebook, but does that make you more social? Does Facebook contribute to deeper and wider social experience?

Sherry Turkle, author of a new book, Alone Together: Why We Expect More From Technology and Less From Each Other, said that the study allows Facebook to define what makes for social behavior. “I’m all for sharing photos, but you can be pro-photo sharing without being convinced that it expands our social lives,” Dr. Turkle said. “It’s a way of defining downwards what it means to be social.” (http://www.nytimes.com/)

The way in which people frantically communicate online via Twitter, Facebook and instant messaging can be seen as a form of modern madness, according to a leading American sociologist. Turkle's book, published in the UK next month, has caused a sensation in America, which is usually more obsessed with the merits of social networking. Turkle said on Stephen Colbert's late-night comedy show, The Colbert Report, she had been at funerals where people checked their iPhones, Colbert quipped: "We all say goodbye in our own way."

Turkle's thesis is simple: technology is threatening to dominate our lives and make us less human. Under the illusion of allowing us to communicate better, it is actually isolating us from real human interactions in a cyber-reality that is a poor imitation of the real world. The hit movie, The Social Network, paints an ironic, sad picture of relationships in the age of Facebook. The creators of the most powerful social media website in the world, one that focuses on having lots of friends, are utterly unable to have true friendships.

Inspite of the critics for social medias, there are always defenders who point out some positive ways of this era. Professor William Kist, an education expert at Kent State University, Ohio, is one of them. He point out that emails, Twitter and Facebook have led to more communication, not less – especially for people who may have trouble meeting in the real world because of great distance or social difference."When you go into a coffee shop and everyone is silent on their laptop, I understand what she is saying about not talking to one another," Kist said. "But it is still communicating. I disagree with her. I don't see it as so black and white."

Some experts believe the debate is so fierce because social networking is a new field that has yet to develop rules and etiquette that everyone can respect. In conclusion, it's our decision to use social media networking wisely and lead us to be more or less social person.(*)

Saturday, October 02, 2010

Kamis, 30 Oktober 2010

Ketika saya lagi gaul di perpus jurusan, ambil buku, buka..

“if you don't stand for something, you'll fall for anything”

Begitu bunyi tulisan menggunakan pensil di halaman depan setelah cover buku berwarna biru itu. Saya tertampar, ah bukan, tertegun, hmm lebih tepatnya tersadarkan. Saya sudah ribuan kali mendengar kata-kata itu, namun ketika momen yang tepat tiba, saya baru bisa memaknainya.

Sudah lama. Saya lupa. Kalau manusia. Harus punya. Prinsip.

Friday, September 17, 2010

selamat datang katanya,
duduk
bercakap-cakap
bercangkir-cangkir kopi
sepanjang malam
hingga tuan-tuan rumah bertanya
"mengapa kau di sini?"

tamu itu berpikir,
harusnya di mana
ruangan itu mulai sesak
oleh tali-temali
oleh oksigen yang tak dikenali

seharusnya di hutan
mencari jalan di belantara
seharusnya di laut
menyelam di antara karang
seharusnya di kota
menundukkan pencakar langit
seharusnya di desa
melintasi damainya sawah
seharusnya di gunung
mencicipi jengkalan awan

masih kurang kisah rupanya
matahari mulai terbit
tak ada tidur malam ini
sang tamu berdiri
berlari ke pintu

bukan rumah sebelum kau temukan yang kau cari

Sunday, August 29, 2010

yahh.. aku kan emang orangnya nggak pernah bilangin kamu boleh ini, nggak boleh itu, blablabla.

aku cuma selalu mengutarakan pendapat aku terus sisanya kamu mikir sendiri. kamu kan manusia dewasa, masak mikir aja harus dibantuin?

Friday, June 04, 2010

Nonchalant. Indiscreet. Haphazard. Yup itu kata-kata yang saya temukan mengenai diri saya di Oxford Learner’s Pocket Dictionary (buku yang sangat bagus, eh. very recommended).

Tidak terhitung banyaknya kejadian sial yang menimpa saya sepanjang hidup saya (begitu juga dengan semua orang nampaknya). Tapi baru-baru ini saya menemukan cara yang (cukup) ampuh dalam meredam kekesalan saya dengan.. tersenyum. Yeah, tersenyum saat kesialan menimpa saya.

Sudah tentu tiap ada kejadian buruk di luar rencana saya, saya akan menjadi kesal. Namun, kekesalan itu hanya akan memperburuk keadaan. Contohnya, saya jadi bersikap menyebalkan terhadap orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan masalah saya, membatalkan janji maupun kegiatan tertentu, dan sebagainya. Padahal, hey, semua itu tidaklah berkaitan langsung. Tapi kalau emosi sudah turut campur maka semua hal jadi berkaitan. Nah, dengan mencoba tersenyum saya bisa meminimalisir kekesalan ketika ada kejadian sial.

Saya ambil contoh ketika saya pertama kali mempraktekkan self-therapy ini. Saat itu saya sedang di mobil bersama kakak saya dan saya menyadari bahwa kunci rumah tidak ada di kantong celana saya. Saya mulai panik membayangkan si mamah akan mengomeli saya (hehe). Kakak saya cukup bijaksana dengan tidak men-judge saya di tempat. Ia tahu saya tengah mengutuki diri saya dalam hati jadi ia diam saja.

Saya bad mood seketika. Lalu, saya memasang tampang ga enak sebagaimana suasana hati saya. Saya berpikir, “Ah sialan. Kejadian seperti ini saja membuat hari saya kacau. Saya tidak akan membiarkannya. Saya harus tersenyum dan membuktikan kejadian ini tidaklah seberapa.”

Dan.. yah, sulit sekali untuk tersenyum. Tidak pernah terpikir oleh saya bahwa untuk tersenyum saja bisa sesulit ini. Saya tidak tahu mengapa. Butuh beberapa menit untuk menarik bibir ke samping lebih lebar.

Dann.. saya tidak percaya ketika saya berhasil melakukannya perasaan saya jadi lebih ringan. Syaraf-syaraf yang menegang terasa lebih rileks. Hahaha. Cobain deh. Yahh.. walau bukan berarti kejadian buruknya hilang dengan tersenyum. Setidaknya kemudian kamu bisa berpikir lebih jernih.

Spongebob yang selalu tersenyum

p.s. dan ternyata kunci rumah yang saya pikir hilang itu ada di jok mobil abang saya. tersenyum tidak menyelesaikan masalah. Lain kali saya harus lebih hati-hati :)

Monday, April 26, 2010

Alice : Bisa tolong beritahu aku? Jalan mana ya yang harus aku ambil dari sini?
Kucing : Tergantung, kamu maunya ke mana?
Alice : Mmm, ke mana saja juga boleh deh.
Kucing : Ya kalau begitu, jalan mana pun yang kamu pilih, sama saja.

(diambil dari kisah Alice's Adventure in Wonderland)

Sunday, March 14, 2010

Setiap PL (praktik lapangan) di kelas Penulisan Feature menyimpan kisah menarik tersendiri. Contohnya feature mengenai kemiskinan, saya mengangkat tentang petani gurem Jatinangor yang dalam prosesnya, saya lebih bisa memahami mereka *walau nggak bisa bantu :(

Namun, kisah paling menarik di semester 5 adalah masa-masa PL4 di mana Bapak Sahala (dosen) menugaskan untuk menulis feature yang bersumber dari tesis/disertasi. Beurraattt. Saya selalu bergerak lambat dalam tugas. Teman-teman yang bergerak cepat sudah terlebih dahulu mendapat tesis maupun disertasi alumni UNPAD. Namun, jumlah tesis/disertasi tersebut terbatas karena Pak Sahala memberi batasan kebaruan tesis/disertasi.

Kami yang tidak kedapatan tesis/disertasi UNPAD mencari ke universitas lain di Bandung. Tentu saja, universitas di luar kota Bandung pun boleh, hanya saja akan sulit untuk mewawancarai si pembuat tesis/disertasi karena tempat tinggal mereka tersebar di Nusantara. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menjadi pilihan pertama saya, mengingat (mungkin) otak saya masih bisa mencerna tema-tema pendidikan. Bapak perpustakaan di UPI sangat baik. Makasih Bapak atas kebaikannya dan membolehkan saya membawa pulang katalog tesis/disertasi. Sayang, ternyata tidak ada tesis/disertasi yang sesuai dengan persyaratan batasan waktu kebaruan sesuai persyaratan dosen saya.

Saya beralih ke ITB. Fakultas Seni Rupa dan Desain, saya mengincar tesis/disertasi alumni mereka mengingat sangat mustahil saya mengkaji Ilmu Alam maupun Teknik mereka. Bisa-bisa mencret nih otak. Terimakasih buat Naila yang telah menemani saya sampai menemukan perpustakaan FSRD. Terima kasih juga buat Sahrul yang memberi bantuan berupa referensi. Berharap ada tesis/disertasi yang sesuai dengan kapabilitas otak maupun minat, akhirnya saya menemukan tesis ANALISIS KONTEN GAMBAR PESERTA DIDIK DALAM MATA PELAJARAN SENI RUPA DI TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS karya WAWAN RIDWAN BAIHAKI.

Susah payah saya (akhirnya) mampu menghubungi Pak Wawan. Kami buat janji untuk wawancara, h-1 sebelum pengumpulan tugas. Saya sudah meminta hari lain agar tidak mepet namun Pak Wawan tidak bisa. Saya pun setuju untuk wawancara di hari h-1 deadline. Berhari-hari saya bolak-balik ke ITB untuk mempelajari tesis Pak Wawan (skripsi/tesis/disertasi tidak boleh dipinjamkan keluar perpus maupun difotokopi). Saya juga bertemu Eci yang sering ditemani pacarnya di sana =) Walaupun ngantuk membaca tesis, saya mencatat sana-sini dan membuka lagi buku Komunikasi Visual yang saya miliki sejak semester 2.

Hari untuk wawancara tiba, saya sudah menyiapkan daftar pertanyaan dan mengosongkan jadwal. Pak Wawan menjanjikan wawancara di kantornya, Jl. A. H. Nasution no.27, Ujungberung Bandung. Oke, hal tersebut masih agak kabur untuk mencari alamat. Namun tidak apa-apa yang perlu saya lakukan adalah menelusuri UjungBerung (Jl. A. H. Nasution) dan mencari gedung yang bernomor 27. Kami janjian wawancara sekitar pukul 10.

Pacar saya (waktu itu saya masih punya pacar) mengantarkan saya mencari alamat kantor Pak Wawan. Sempat bingung karena nomor ganjil biasanya berderet di sisi kiri dan alamat nomor genap berjajar di sisi kanan jalan Ujungberung. Oke, kita udah ngelewatin kantor dengan nomor alamat yang disebutkan Pak Wawan. Namun tidak ada gedung di sana dan juga tidak ada rumah dengan nomor 27. Saya bertanya-tanya tentang bentuk kantor Pak Wawan, mungkin saja bentuknya tidak mencolok dan terlewat oleh pandangan mata. Saya dan pacar bolak-balik menyusuri Jl. A.H. Nasution hingga akhirnya logika saya berjalan, Jl. A.H. Nasution nomor 27 itu adalah sebuah sekolah. SMAN 24. Ya, tidak salah lagi, karena samping kiri kanan sekolah itu nomor ganjil sebelum dan sesudah 27.

Entah mengapa, perasaan saya mulai nggak enak mengingat cara pendiskripsian si Pak Wawan yang menyulitkan. Mengapa ia tidak bilang saja bahwa ia bekerja di SMAN 24? Guru? Atau apakah beliau? Mengapa tidak memilih cara yang memudahkan seseorang untuk mencari alamat kantornya? Saya mendatangi petugas keamanan sekolah tersebut, bertanya apakah ada seorang bernama Pak Wawan bekerja di sekolah tersebut. Pak satpam mengiyakan. Pak Wawan adalah guru seni rupa di SMAN 24. Ok. Dia seorang guru.

Saya bertanya, apakah saya bisa bertemu dengannya karena saya ada janji wawancara dengan Pak Wawan. Satpam bilang, Pak Wawan belum datang dan tidak tahu apakan akan datang. Karena guru-guru lain sudah datang dan hanya Pak Wawan yang belum sampai sekolah. Saya menunggu sebentar dan menelepon HP Pak Wawan. Susah sekali tersambung. Hingga akhirnya tersambung dan diangkat seorang gadis kecil di seberang sana. Ia berkata papanya (Pak Wawan) keluar kota untuk beberapa hari, baru saja pagi ini berangkat, dan HPnya ketinggalan di rumah. Saya lemas. Dan lebih buruknya, saya berpraduga jelek.

Aneh sekali Pak Wawan ini, sejak saya mengontak dan berbicara di HPnya, beliau berbicara dengan nada tidak ramah sama sekali, terkesan boring dengan dunia (maaf saya hanya bicara tentang kesan yang saya tangkap). Ia juga mengatakan alamat kantor dengan cara yang menyulitkan, tidak memberi tahu dengan lugas bahwa ia guru di SMAN 24 yang mana akan JAUH memudahkan saya menemukan beliau. Dan di hari kami berjanji bertemu untuk wawancara, tiba-tiba paginya ia ke keluar kota tanpa memberi saya kabar dan seorang gadis kecil yang tidak lain adalah anaknya memberitahu saya bahwa HPNYA KETINGGALAN DI RUMAH. Padahal ia keluar kota untuk beberapa hari dan bukankah HP adalah barang penting untuk orang-orang bepergian tersebut?

Saya tidak bisa menghindari pikiran-pikiran negatif yang merasuki saya. Oke mari berpikir positif, mungkin hari itu adalah hari tersulit buat Pak Wawan sampai-sampai ia tidak punya waktu untuk mengabari saya. Some say, silence is golden. But for me, in some ways, silence means nothing but dullness (hey Dina, kau seperti bicara pada seseorang? Tidak ada, Sobat. Hanya perasaanmu).Saya akan JAUH, JAUH, JAUH, merasa lebih baik apabila Pak Wawan membatalkan wawancara dengan memberi kabar sebelumnya, sekalipun beliau membatalkan hari ini. Saya merasa ditelantarkan, tidak dihargai, dan oh yeah lengkap sudah. Beginikah kelakukan lulusan Institut Terbaik Bangsa????


Bunga yang seperti Bunga

Saya tiba-tiba merasa lelah sekali. Suasana hati sangat kacau. Mengingat betapa saya sudah sangat mempersiapkan hari ini dengan seminggu lebih bolak-balik ke ITB, menghabiskan berjam-jam di perpus ITB untuk mempelajari tesis seseorang yang bahkan tidak punya integritas. Kenyataan yang lebih menyakitkan, yang melakukannya adalah lulusan universitas ternama dan sekarang beliau seorang pengajar. Sungguh ‘teladan yang bagus’.

Saya berkata pada pacar saya, saya hanya ingin pulang dan menghabiskan waktu sendiri hari ini. Entah dengan menangis, berpikir , atau tidur seharian. Ia diam saja. Namun, tak lama setelah mengucapkan itu, terbersit di pikiran saya bahwa hari ini belum berakhir. Saya bisa saja mencari tesis baru, menghubungi si pembuat tesis, dan mewawancaranya hari ini juga. Toh, saya pikir saya sudah mengalami yang terburuk, hal seburuk apapun lagi tak akan terlalu terasa. Ya, baiknya begitu. Semuanya nothing to lose buat saya. Selama hari belum berakhir.

Saya bilang kepada pacar saya, tinggalkan saya di sini. Dia tidak setuju dan ingin mengantar saya. Tidak bisa. Saya sedang kacau dan tidak ingin seorang pun berada di dekat saya. Akhirnya kami bertengkar hebat hingga ia benar meninggalkan saya. Mudah saja membuat orang meninggalkan saya, sakiti saja dengan perkataan yang menyakitkan. Saya sungguh, tidak ingin seorang pun melihat saya dalam keadaan yang kacau makanya saya ingin ia pergi.

Lalu saya naik angkutan umum ke ITB, menuju bagian akademik menanyakan katalog tesis/disertasi yang bisa saya lihat, menelepon orang-orang yang kemungkinan bisa saya wawancara. Banyak yang tidak bisa, sedang ke luar kota, ke luar negeri, hanya ada nomor rumah tidak ada nomor HP, orangnya sudah diwawancara anak Jurnal lain, dan sebagainya. Hingga akhirnya saya bisa menghubungi dan berbicara dengan seorang bernama Bunga.

Bunga Sari Siregar, begitulah namanya. Lulusan s2 desain ITB dan ia setuju untuk saya wawancara hari itu juga. Saya merasa ada harapan, kembali bersemangat. Kami pun membuat janji wawancara malam sekitar pukul 7 atau 8 di restoran yang terkenal dengan menu mi acehnya di Buah Batu. Saya kembali ke perpus FSRD, menanyakan tesis Bunga kepada Bapak Perpus dan mempelajarinya. Tesisnya menarik. Saya menghabiskan waktu di sana hingga perpus tutup, sekitar pukul 5 sore.

Lalu saya bertemu Eby, dia baru saja selesai mewawancarai narasumber dan hendak pulang ke Jatinangor. Saya baru akan mewawancara narasumber saya beberapa jam lagi. Oke. Nggak apa-apa. Oh, crap, tiba-tiba saja semua kendaraan umum di Kota Bandung berdemonstrasi atas kehadiran Trans Metro Bandung. Saya mencari taksi, tapi tampaknya semua taksi mendapat penumpangnya hari itu. Tapi penumpangnya bukan saya.

Hingga akhirnya seorang bapak menawarkan jasa ojek sampai Buah Batu. Saya tiba di restoran mie Aceh itu sekitar magrib. Memesan minum. Menunggu narasumber datang, saya pergi ke toilet dan bercermin. Sungguh tidak mengenakkan untuk dilihat muka saya saat itu. cuci muka pun tidak berpengaruh. Yah, hari yang panjang buat saya. Narasumber saya mengecewakan saya, saya putus sama pacar, dan setelahnya saya langsung menghabiskan waktu dengan membaca tesis 200 halaman.

Bunga datang sekitar pukul setengah 8. Ia cantik dan berdandan rapi. Saya jadi tidak enak karena terlihat sangat kucel di depan narasumber. Cara berpakaiannya unik dan menarik. Ia bekerja di perusahaan tekstil dan datang bersama pacarnya. Ia memesan makanan dan menyuruh saya memesan juga. Kami memulai wawancara sambil menunggu pesanan datang. Recorder saya nyalakan.

Pesanan makanan datang dan kami mem-pause wawancara. Ia bercakap-cakap dengan pacarnya dan bertanya-tanya juga kepada saya. Entah mengapa saya berkata kepadanya hari itu saya baru saja putus dengan pacar. Saya yang salah, saya menyuruhnya pergi, dan ia benar pergi. Bunga men-stabilo ucapan saya kepada pacarnya, “Tuh.. cewek tuh emang begitu. Kalo dia ngomong minta kamu pergi, sebenarnya nggak pengen kamu benar pergi.” Saya tersenyum. Memang benar begitu.

Wawancara kami lanjutkan. Pukul 9 selesai dan Bunga memberi saya print-out tesisnya yang ia print di kantor. “Saya khawatir sedikit lupa, jadi saya print di kantor sebelum ke sini. Buat kamu saja.”, ujarnya. Ia juga mentraktir saya. Saya merasa ia bersikap hangat sekali ketika saya mengalami hari yang dingin.

Seusai wawancara, tantangan berikutnya adalah bagaimana-pulang-ke-jatinangor-dan-mengetik-itu-semua. Ya ya saya ulangi tidak ada kendaraan umum hari itu. Mereka semua mogok kerja. Saya berjalan, entah sejauh apa, dengan hujan rintik-rintik. Hingga akhirnya, lagi-lagi seorang Bapak menghampiri saya menawarkan jasa ojek ke Jatinangor dari Jalan Soekarno Hatta. Tiba-tiba hujan turun deras. Haha keren banget emang. Saya basah kuyup sampai kosan. Waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Tidak ada waktu untuk mandi dan keramas. Saya hanya ganti baju dan mengeringkan rambut.

Mendengarkan recorder, membaca lagi tesis, dan membuat tulisan hingga pagi waktu mengumpulkan tugas tiba. Saya ingin menulis refleksi ini kepada Pak Sahala namun ternyata saya tidak punya waktu untuk menuliskan refleksi supaya terkumpul sesuai jam deadline. Kalau mengingat hari itu, saya suka berkata “Wow” sendiri kepada diri saya. Tulisan saya memang jelek tapi prosesnya tidak begitu jelek. Saya tidak menyerah saat itu.

Terima kasih, untuk Bapak Wawan Ridwan Baihaki yang memberi pelajaran pada saya bahwa tidak ada gunanya menjadi introvert, pentingnya menjadi orang yang bisa menghargai orang lain dan melakukan komunikasi, mengingatkan bahwa waktu buat seseorang relatif harganya, kadang hal yang kamu sepelekan sesungguhnya menentukan hidup matinya seseorang maka dari itu penting sekali mempunyai integritas.

Terima kasih, untuk Bunga Sari Siregar. Kamu narasumber yang paling saya ingat meski banyak orang yang telah saya wawancara.


God, thank you for everything, for all the good news and the bad news..

Saturday, March 13, 2010

Dulu sempat naro satu feature yang jadi tugas kuliah Penulisan Feature di blog ini. Nggak nyangka ada yang make buat blognya =) Padahal kalau saya baca feature tersebut kurang ada koherensi antar paragraf. Untuk kuliah tersebut saya mendapat nilai C (Cukup Bagus) T_T

Hahaha. Baiklah saya akan ngulang mata kuliah tersebut semester depan. Nanggung udah pernah naro satu tulisan, sekalian saja saya taruh sisanya di blog ini. Jangan dibaca lah. Kasihan sama yang baca soalnya. Mengingat waktu itu saya ngerjainnya udah dekat banget deadline gila-gilaan. Udah saya ingetin loh ya. Jangan dibaca.

Sunday, March 07, 2010

Halo! Saya ingin menulis hal-hal menarik yang saya temukan di media cetak belum lama ini.

Pertama, saya temukan di majalah Esquire bulan Februari. Wahyu Soeparno Putro yang dulu bernama Dale Collin Smith, dan lebih kita kenal melalui program TVnya, Diary si Bule dan Rahasia Sunnah. Di majalah tersebut, Wahyu yang berasal dan besar di Australia berkata, “Kalau dari kecil semuanya teratur dan rapi justru membosankan. Dilihat dari banyak sisi, Indonesia memang ribet sekali. Tapi justru itu menjadi tantangan. Dari keadaan kacau itu bisa memberi sesuatu yang baru bagi diri sendiri, salah satunya toleransi.”

Hal menarik lainnya saya temukan di Koran Tempo edisi Rabu, 3 Maret 2010. Di kolom Pendapat, terdapat tulisan berjudul “SOS, Selamatkan Sidoarjo!”. Tulisan tersebut memberitahukan bahwa tiga petinggi Lapindo mencalonkan diri sebagai bakal calon Bupati Sidoarjo. Whatda... baca di baca, memasuki tahun keempat, semburan lumpur Lapindo belum terselesaikan secara tuntas dan adil. Bahkan dampak buruk semburan lumpur semakin meluas. Dan Bupati Sidoarjo Win Hendrarso kerap kali mendesak PT Minarak Lapindo Jaya untuk menepati janjinya membayar uang jual-beli aset korban lumpur Lapindo yang tersisa.

Lalu, di edisi yang sama, saya menemukan koreksi tentang berita Koran Tempo hari Minggu. Koreksi berasal dari Sekolah Cikal di Cilandak. Intinya, sekolah tersebut mengemukakan bahwa antikorupsi adalah bagian dari program pendidikan Sekolah Cikal, yang diintegrasikan dalam kurikulum sekolah. Kegiatan kampanye antikorupsi yang mereka lakukan bukan diprakarsai Indonesia Corruption Watch,ICW berperan sebagai pendukung saja. Wow, keren banget ya tuh Sekolah Cikal. Jadi pengen sekolah di sana ^^!

Ya ya sebenarnya yang saya perhatikan (dan juga banyak saya pikir) akhir-akhir ini adalah masalah nasionalisme. Nasionalisme di negara carut-marut kayak Indonesia bukanlah hal yang mudah. Kalo kamu tanya saya nasionalis apa nggak, saya sendiri bingung. Kayaknya nasionalisme saya tuh udah kayak puing-puing berserakan yang siap diterbangkan angin. Well, jadinya akhir-akhir ini saya tertarik dengan isu orang-orang yang berjuang demi kebaikan Indonesia, maupun orang-orang yang berusaha merusaknya (lagi).

Lihat artikel si Wahyu tadi, memang benar sih. Indonesia dari segala aspek, kacau banget. tapi dia melihat dengan sudut pandang yang berbeda, yang tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya. Wahyu mencari kesulitan. Karena dari kesulitan itulah yang memperkaya dirinya. Kalo kamu lihat sekeliling, banyak banget yang bisa dilakukan untuk Indonesia ini. Nyari pahala gampang. Coba di negara yang udah rapi dan sejahtera. Mungkin mau bikin pahala kamu harus bikin sesuatu yang ‘wah’ dulu. Bikin yayasan, jadi sukarelawan sesuatu, atau jadi ilmuwan. Karena masyarakatnya sudah ajeg, solid.

Kalo di Indonesia, coba kalo kamu keluar rumah, widih banyak banget kejadian yang kamu alami mulai dari keluar rumah sampai tiba di tempat tujuan. Emosi udah pasti dateng tiap hari. Saya yakin, tiap warga Indonesia punya kejadian yang kerap kali menampar nuraninya. Pahala tersedia di penjuru mata. Juga dosa, gampang banget dibuat. Tapi hei, kalo semua orang buat dosa, kita bikin dosa jadi nggak gitu menantang bukan. Di tempat yang kacau, paling menantang kalo kamu berbuat kebaikan. Karena ngga semua orang mampu melakukannya.

Lalu, tentang petinggi Lapindo yang mencalonkan diri jadi Bupati Sidoarjo. Hmm.. begitulah sifat manusia. Saya baca juga, si Inul Daratista yang kerap kena pencekalan dari berbagai daerah karena goyang nge-bornya, kini mencalonkan diri menjadi Bupati Malang. Haha cerdas. Jadi inget film Watchmen *Singing: Everybody Wants to Rule the World*

Terakhir, Sekolah Cikal. Memang sewajarnya tiap sekolah sekarang punya kurikulum antikorupsi (dan kurikulum yang ngajarin tentang kearifan lokal di daerahnya masing-masing). Lihat aja pelajar jaman sekarang, nyontek udah jadi kebiasan sehari-hari dan nggak tabu lagi. Nyontek merupakan contoh dari perbuatan korupsi kecil-kecilan. Tapi nggak lama lagi yang ‘kecil-kecilan’ itu berubah jadi sesuatu yang besar.

See, kayaknya budaya korupsi masih akan berakar di Indonesia sampe ratusan tahun yang akan datang *optimis dikit dong, Din!

Tuesday, March 02, 2010

Bulan Februari sudah berakhir. Pertama-tama, mari kita panjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Javamusikindo yang telah mendatangkan Placebo ke Jakarta. Awesome meeennnnnnn…!!! Meski tahun 2010 masih akan panjang, at least, I already have one of the greatest night this year.. Once more, thank you.

Bulan Februari ini juga tidak selalu menyenangkan. Salah satu temanku berulangtahun di bulan ini. Saya sudah punya sebuah kado dan sebuah kartu ucapan yang dari jauh-jauh hari sudah saya beli. Tapi akhirnya belum saya kasih dan entahlah, apakah akan saya kasih atau nggak. Barang-barang itu teronggok begitu saja di sudut kamarku. Masalahnya sepele; komunikasi. ya ya saya bukan orang yang pandai memulai dan mempertahankan hal-hal seperti komunikasi dengan seseorang, sekalipun orang itu special. Terlebih, dia juga sama saja.

Sometimes I try to reach him via sms but all I get is just ignorance. Haha. Sebenarnya nggak apa-apa dan nggak masalah juga si. Hal-hal yang sifatnya on-off itu biasa banged dalam pertemanan. Dan saya juga suka melakukah hal tersebut terhadap teman-teman saya. hanya saja, kali ini agak berbeda. Kenapa yaa.. saya juga nggak ngerti. Saya gampang banget nurutin emosi. Saya cuma.. capek. Hahaha padahal nggak ngapa-ngapain.

Maksudnya capek dengan semua orang yang saya pertahanin, yang saya pikir, mereka ini udah lama mengenal saya dan tahu diri saya so saya berusaha mempertahankan mereka untuk tetap berada di sekeliling saya. karena saya begitu malas membuat pertemanan baru. Malas memulai hari dari awal. Berkenalan dengan orang baru, “halo, nama saya Dina. Namamu siapa?” abis itu dengan proses yang cukup lama kita jadi dekat dan barulah mengenal satu sama lain. MALES BANGET HARUS KAYAK GITU LAGI.

Tapi, akhirnya saya nyerah juga. Karena betapapun usaha saya untuk membuat mereka tetap berada di sekeliling saya, teman-teman saya itu -yang sudah lama mengenal saya- kita menempuh jalan yang berbeda. Cuma itu problemnya. Sesimpel itu, dan kenapa rasanya complicated banget. ya ya sekarang saya lebih terbuka untuk mengenal dunia, untuk membuka hari yang baru dengan orang baru, kalo kata Paulo Coelho, If you are brave to say "good bye", life will reward you with a new "hello".. well I try to learn that way and make every single moments, kind of interesting to live.. A new “hello” isn’t that bad, I guess.
Oia, bulan Februari juga terkenal dengan bulan penuh cinta. Haha taik kucing banget. Waktu itu 14 Februari malam, seseorang yang sudah lama tidak catch up maupun melakukan komunikasi dengan saya, tiba-tiba sms. Isinya, “tau bahasa inggrisnya jengkol dan pete nggak?” haha gubrak.

Sms yang nggak banget dan nggak penting. tapi, you know, saya juga suka bertingkah nggak penting. See, we’re meant to be, right? Haha jadi ngaco deh. Bukan bukan itu. jadi yang saya soroti adalah: ada banyak malam yang kamu lewati sejak sms terakhir kita, saya juga yakin ada banyak malam yang kamu lewatin di perjalanan Jakarta – Bandung, tapi kenapa kamu sms saya malam itu? haha geer banget ya saya. tapi bener loh, kita jadi smsan lagi kann meski cuma satu malam.

Manusia sebelum melakukan komunikasi selalu punya motif. Baik kamu yang sms saya malam itu maupun saya yang menulis tentang kamu saat ini. Mungkin saya tertarik sama kamu. Mungkin. Tapi kalo saya pikir lagi, betapa hidup ini penuh misteri, saya hanya tidak ingin terburu-buru dengan semua kemungkinan yang tampaknya nyata banget di kepala. Padahal belum tentu kemungkinan di kepalamu itu benar.

Saya selalu suka dengan caramu yang penuh kejutan dan isi kepalamu yang nggak ketebak. Kamu yang muncul tiba-tiba di suatu malam hanya untuk menyapa. Sungguh menyenangkan. Saya juga jadi teringat seseorang yang mendeskripsikan saya dengan cara yang menyenangkan di blog pribadinya. Wow. Jadi tersanjung huehehehe. Belum ada yang melakukan yang hal seperti itu kepada saya.

Jadi, ya gitu. Betapa saya.. amazed dengan arus nasib yang namanya jodoh. Ada perkenalan, proses, lalu saya pikir saya telah menemukan orangnya. Tapi saya salah. Saya belum bertemu dengannya atau mungkin, sudah bertemu. Hanya saja, dia yang menjadi jodoh saya mungkin saat ini masih bersama perempuan yang ia pikir satu-satuya buat dia. Padahal bukan. Dia bersama orang yang salah. It’s funny when I think about that.

Ya, segitu aja Februari.

Sunday, February 28, 2010

Ya ya selamat datang semester baru. Pengen liburan nih. Hahah. Kumat kebiasaan jelek.

Sudah seminggu saya di Jatinangor (sekarang sih lagi di rumah). Kosan baru, lumayan sreg. Hal pertama yang saya tes ya kloset jongkoknya yang ber-merk duty. Sudah di uji coba. Duty, kamu melaksanakan tugasmu dengan baik. Saya puas. Hmmm..

Jatinangor dari WC-ku, eh kosanku

Ngampus dengan orang-orang yang itu-itu lagi. Yang kalo ngobrol dan sms isinya nggak jauh-jauh dari “ntar kuliah jam berapa, ruang berapa, ada tugas ga”. Maklum, angkatan tua tapi otak masih muda (baca: calon mahasiswa abadi). Nggak mau juga sih sebenernya. Tapi jokes baru yang mengocok perut saya akhir-akhir ini adalah, “entar lulus 2012, abis itu langsung kiamat”

Cuti saya ditutup dengan manis. MANIS BANGET. Placebo bagi saya bukan sekedar idola tapi saviour, mungkin kayak beatles-nya orang-orang. Haha lebay. Tapi jadinya kemarin langsung bolos dua minggu karena malas bolak-balik. Pas ngabsen mpk2, absennya full. Hahaha. Melihat kejadian ini, saya sebaiknya jangan pernah bekerja di pemerintahan. Punya bakat korupsi soalnya.

Well oh well Kamis kemarin keponakanku si Tiger Riga ulang tahun, Jumat Maulid Nabi Muhammad SAW, dan Sabtu kakakku tunangan. Whooaa.. such a long vacation for me. Tapi malah weekend kali ini berasa weekdays. Tanya kenapa? zzzZZz..

Saturday, February 13, 2010

This is what I was doing on one night when valentine’s day came double with chinese new year.

--
We were sitting on a bench waiting for our pizza. Sitting calmly, my sister was texting her far-away-husband while I was doing some writings on my cell. The restaurant was full of couples and families. I told you. It’s time for celebrating valentine and chinese new year. Plus, it’s a Saturday night. Lovers time.

I don’t have any lover. My sister has. But she’s lonely just like me. On val’s day, when her children was taken care by their grandma, we were going to a nearest cinema. Watched an action movie titled From Paris With Love. I sat between couples. I looked lonely. But the couples just didn’t pay attention for other people around them. The world seemed just for them. They looked lonely for me.

So, here we go again, at the terrace of a pizza restaurant after making a little conversation in the car. I was looking inside the restaurant. The families who were taking dinner, they looked happy like there was no time like that in their daily life. Where were they? What were they doing? I guess they’re lonely.

What’s lonely anyway?
Is it really happening?

Is it a real feeling?

Or is it just the way of thinking?

Monday, February 08, 2010

Hello, how's life?

Seharusnya saya kemarin dan hari ini ikut ke puncak bersama teman-teman untuk hunting foto. Sayangnya, saya tidak bisa ikut karena harus mengurus bayaran SPP yang telat. Iyah telat. Karena keteledoran saya dan si mamah nggak tau. Kalo tau, habislah saya. Tapi hari ini udah diurus kok. Well, lagi pengen hunting mode on nih. Apa saya ke ITB Fair aja yah. Males sih, saya pengennya ITB Unfair *krik krik.

Sepertinya langkah saya yang sekarang tidak seiring dengan siapapun. Ngga apa-apa sih. Udah biasa. Dari dulu juga selalu jalan sendiri hehe. Saya akan menetap lagi di Jatinangor sekitar tanggal 18 Februari. Kuliah.. tanggal berapa ya masuknya? Nggak tahu deh, tapi kalau minggu ketiga baru ngampus lagi, paling parah saya cuma dua kali absen tiap mata kuliah.

Tiap saya ceritakan tentang jadwal saya kepada orang-orang, mereka akan berkata bahwa saya orang yang terlalu kaku dan terencana. Ya, itu benar saya membuat banyak rencana dalam hidup saya. Mulai dari esok hari sampai esok tahun. Tapi, ya gitu, hari ini harusnya ngerjain apa tapi karena kangen sama keponakan-keponakan misalnya, saya langung aja pergi meninggalkan semua jadwal cuma buat bermain dengan keponakan. I make plans everyday and then I screw them up.

Gimana nggak kangen kalo punya keponakan2 imut kayak roti unyil gini

Banyak juga hal yang saya nantikan di bulan Februari ini. Salah satunya adalah konser Placebo, hehe. Dan sambil menuju hari itu, banyak juga hal yang harus diurus. Seperti mencari kosan baru, ngampus lagi ketemu dosen, say “hi, masih inget saya pak?”, dan juga mengakhiri les foto. Akhirnya saya yang bloon ini tahu bagaimana cara memegang kamera yang benar, saudara-saudara. Hohoho.

Saya bertemu teman-teman baru yang beda generasi di tempat les. Yang paling muda kelas 3 SMA dan yang paling tua udah punya anak SMA. Perbedaan umur menyebabkan perbedaan pemikiran dan tindakan. Kalau yang saya perhatikan, jadi anak muda itu memang selalu punya kesempatan untuk menyolok di lingkungan yang heterogen. Benar kalau ada yang bilang, “yang muda yang berbahaya”.

Teman saya itu, yang kira-kira masih 17 tahunan, tindak-tanduknya begitu semau gue, nekat, terlalu ceroboh, temperamen, dan bersuara lantang. Dia cerita kalau sudah lama tidak masuk sekolah dan ingin masuk kalau ujian saja. Saya hanya manggut-manggut.

Sedang beberapa teman saya yang umurnya sudah kepala empat, lebih terlihat kalem, hati-hati, terlihat matang, dan tenang. Tapi yang saya tahu, orang dewasa terlihat tenang karena terlalu banyak yang dipendam. Ya, mereka begitu hati-hati. Tidak lagi berkoar-koar seperti yang muda padahal kepala orang dewasa lebih njlimet isinya.

Sedang saya, saya berada di antara yang muda dan yang tua. Baiklah, saya ngaku, saya sering merasa tua. Umur 20-an itu terasa cepat berjalan menuju 30.. AKU INGIN NGEREM UMURKU, MAMA! T_T

Ya, ya, saya bisa merasakannya. Sekarang saya lebih berhati-hati ketimbang dahulu, terlalu memikirkan masalah sampai ke detil-detilnya. Two things that I dislike in this world but I have to live through: growing up and making new friends.

Sunday, November 15, 2009

Nessuno puo emendarsi dal peccato che scorre nelle vene.
"Tak seorang pun dapat memperbaiki dosa yang mengalir di pembuluh darah saya"

waa suka banged sama kalimat itu. keren mampus.

Tuesday, November 03, 2009

Ini postingan beberapa malam yang lalu. yang di tengah-tengah menulis, saya baru sadar anjis-ni-tulisan-pribadi-banget. abis itu saya berenti. Hehe. Tapi karena udah telanjur saya tulis panjang-panjang sekalian saja saya posting temans. Satu hal yang saya suka dari posting sesuatu di blog adalah, di kemudian hari saya bisa tertawa, bisa malu, dan keluar komentar begini, “oh dulu ko cara berpikir gue culun abis sih”. Yea, sekedar meninggalkan jejak. So, here we go.
----
Mmh.. baru jam setengah sembilan malam. Tumben saya ‘on’ jam segini. Maksut saya, ‘on’ di sini saya lagi ngerasa waras, detak jantung normal, adrenalin terpompa (loh, detak jantung sama adrenalin gimana si hubungan keduanya? Apa mereka satu orang eh organ atau gimana?). ‘on’-nya saya menyebabkan saya melakukan sesuatu yang terduga, tidak terencana, dan akan menimbulkan rasa OH-MY-GOD-KENAPA-BISA-BISANYA-GUE-MELAKUKAN-HAL-ITU di kemudian hari. Bukan penyesalan, hanya rasa malu yang bukan kepalang. Di lain pihak, ada rasa puas karena telah melakukan sesuatu. Yea, dina tanpa spontanitasnya hanya akan jadi orang yang terlalu banyak mikir dengan action nol. Dan postingan ini, akan menjadi salah satu tindakan tanpa berpikir panjangnya. Menyeramkan.

Saya lagi senang sama aplikasi twitter. Dengan stats sekarang, yakni 11 followers dan 35 following terlihat jelas saya bukan orang eksis dan populer di aplikasi tersebut (atau di belahan bumi manapun). Saya juga tidak pernah mempromosikan account saya di twitter karena, saya merasa nyaman hanya saya yang tahu saya punya social-networking account tersebut. Mereka yang (pada akhirnya) tahu saya punya account di twitter karena saya follow, hanya teman-teman dekat -yang tidak saya rencanakan untuk nge-follow saya. Hehe.

Dan, facebook jadinya.. umm, males ngurusnya. Sebenernya, yang bikin saya ilfil sama facebook adalah, aplikasi chatting-nya yang tiap saya buka fb ada saja orang yang ngajak ngobrol padahal saya nggak suka ngobrol kecuali punya interest sama atau punya tendensi tertentu. Huh. Ya, emang salah saya yang gaptek –dan baru-baru ini melakukannya- yakni meng-off-kan keberadaan di status chatting fb.

Kali ini, saya teringat si hp nokia 6280 yang hilang di Tanjung Lesung. Ini gara-gara getol buka twitter (yang jadi asik kalo lewat TweetDeck) dan aktivitas tersebut membawa memori lama saya ke si hp butut tersayang. Saya ingat, waktu itu hari keempat lebaran (kalo gasalah).. saya yang sedang berlibur bersama keluarga besar ke Mutiara Carita Cottage, mati gaya berada di pantai. Karena saya sudah terlalu hitam untuk (lagi-lagi) main di pantai. Yak, 6 bulan terakhir saya ke 4 pantai yang berbeda dan diperparah kkn yang mengakibatkan saya terlihat seperti akamsi di tengah anggota keluarga yang putih-putih.

Mati gaya di pantai, saya pun bermain saja dengan si hp dan lagi seru-serunya trending topics #janjijoko. Hahaha, kalo inget itu lucu banget. hari itu pula, saya jadi menyadari bahwa twitter kocak juga, bikin orang jadi gila dan menunjukkan kegilaannya. Dan sehari semalam itu saya tidak lepas dari si hp. Keesokan harinya, hp saya sudah hilang. Hueks. Begitukah kelakuan orang yang seharian bersama barang kesayangannya. Lalu ketika melihat pantai indah Tanjung Lesung langsung melupakan si hp dan baru inget pas udah perjalanan pulang.

Ok. Kemungkinan paling besar, hp gue jatuh dari tas dan cuma tersisa casing belakang yang emang dah dol.

barang bukti yang tersisa

Ok. Itu cuma hp butut yang baterenya udah bocor dan kameranya eror dan berisi kalender yang penuh sama agenda penting yang harus gue lakuin, film-film keren yang bakal muncul di tahun ini, notes yang penuh sama target-target, lagu-lagu keren yang harus didonlot, jadwal kuliah, nilai kuliah, absensi, dll.. I WANT MY CELLPHONE BACK!! Ha-ha-ha terbawa suasana doang ini mah. Sudah saya ikhlaskan kok :)
----

Udah, segitu aja yang bisa dipublikasikan. Sebenarnya, malah belum masuk inti permasalahan. No way, saya tidak mungkin pajang itu di sini. Cheers, everyone!

Monday, October 19, 2009