daily thoughts and activities

Saturday, August 11, 2012

non-sense

Nyambung postingan sebelumnya, belum lama ini saya baca buku ini:


Ada hal yang sangat mengganggu yang diutarakan sang pengarang, Dewi Lestari (Dee) dalam sebuah scene penting dalam buku tersebut.

“..angin ajaib tadi telah meniupkan arah matanya untuk tertumbuk pada sebuah jendela. Tepat di seberang rumahnya.
 

Ada seseorang di sana. Seorang perempuan, duduk menekuk, memeluk lutut, setengah menunduk. Cantik. Dengan bingkai malam yang penuh bintang, ia malah kelihatan tidak nyata. Seperti lukisan.... 
.... 
Sampai akhirnya, sang Objek Lukisan sekonyong-konyong mendongakkan kepala. Mungkin ingin menatap langit. Sinar lampu jalan pun mendapati wajah cantik itu tepat di bawah sorotnya. Memberikan kejelasan pada air mata yang mengalir rapi.”

Scene itu ANEH BANGET. Secaraaa Dee bilang di awal, kalau mereka tuh tinggal di real estate mewah. Jarak antar rumah yang berseberangan aja (apalagi di perumahan mewah), sekitar, hmm, plus garasi ada lah  lebih dari 10 meter. Liat-liatan antar jendela dengan fokus mata sampe keliatan air matanya tuh nggak masuk akal. Banget.

Ck, saya sampe kesal kalau mikirin bagian dari buku itu.

Eh ada lagi. Ceritanya kan tokoh utama di sini, Ferre (kesatria), cinta mati sama Rana (Putri). Lalu si ksatria patah hati sama sang puteri dan memutuskan mati. Nggak jadi. Empat hari kemudian, si kesatria udah jatuh hati lagi sama perempuan lain. Gimana siii, katanya cinta matiii? Patah hatinya cetek bener cuma tiga hari.

Eh tapi, si kesatria ini kan udah sempat memutuskan bunuh diri ya pas ditinggal sang puteri. Doi diceritakan udah memasuki kesadaran antara ingin tetap hidup dan menyerah ingin mati. Kesadaran yang cuma dimiliki sama orang yang yang punya pengalaman nyaris bunuh diri. Jadi wajar aja sih, setelah kesadaran ingin hidup itu menang daripada keinginan mati maka dia lahir menjadi manusia baru. Patah hati bukan lagi jadi isu besar bagi orang yang telah menjalani pengalaman eksistensi antara hidup dan mati.

Jadi hal yang non-sense itu cuma satu deng, yang liat-liatan dari jendela padahal rumahnya berseberangan dan tinggal di real estate mewah.

Novel ini tetep dapat rating lumayan dari saya. Dibanding novel macam chicklit teenlit yang a la sinetron itu. Etapi chicklit teenlit ada pun masi alhamdulillah yah. Karena mereka lah anak muda bangsa terus berkeinginan berkarya (hingga suatu hari lahir masterpiece) dan dari mereka lah penerbit-penerbit buku tetap hidup.

No comments: