daily thoughts and activities

Sunday, March 07, 2010

the sound of silence

Halo! Saya ingin menulis hal-hal menarik yang saya temukan di media cetak belum lama ini.

Pertama, saya temukan di majalah Esquire bulan Februari. Wahyu Soeparno Putro yang dulu bernama Dale Collin Smith, dan lebih kita kenal melalui program TVnya, Diary si Bule dan Rahasia Sunnah. Di majalah tersebut, Wahyu yang berasal dan besar di Australia berkata, “Kalau dari kecil semuanya teratur dan rapi justru membosankan. Dilihat dari banyak sisi, Indonesia memang ribet sekali. Tapi justru itu menjadi tantangan. Dari keadaan kacau itu bisa memberi sesuatu yang baru bagi diri sendiri, salah satunya toleransi.”

Hal menarik lainnya saya temukan di Koran Tempo edisi Rabu, 3 Maret 2010. Di kolom Pendapat, terdapat tulisan berjudul “SOS, Selamatkan Sidoarjo!”. Tulisan tersebut memberitahukan bahwa tiga petinggi Lapindo mencalonkan diri sebagai bakal calon Bupati Sidoarjo. Whatda... baca di baca, memasuki tahun keempat, semburan lumpur Lapindo belum terselesaikan secara tuntas dan adil. Bahkan dampak buruk semburan lumpur semakin meluas. Dan Bupati Sidoarjo Win Hendrarso kerap kali mendesak PT Minarak Lapindo Jaya untuk menepati janjinya membayar uang jual-beli aset korban lumpur Lapindo yang tersisa.

Lalu, di edisi yang sama, saya menemukan koreksi tentang berita Koran Tempo hari Minggu. Koreksi berasal dari Sekolah Cikal di Cilandak. Intinya, sekolah tersebut mengemukakan bahwa antikorupsi adalah bagian dari program pendidikan Sekolah Cikal, yang diintegrasikan dalam kurikulum sekolah. Kegiatan kampanye antikorupsi yang mereka lakukan bukan diprakarsai Indonesia Corruption Watch,ICW berperan sebagai pendukung saja. Wow, keren banget ya tuh Sekolah Cikal. Jadi pengen sekolah di sana ^^!

Ya ya sebenarnya yang saya perhatikan (dan juga banyak saya pikir) akhir-akhir ini adalah masalah nasionalisme. Nasionalisme di negara carut-marut kayak Indonesia bukanlah hal yang mudah. Kalo kamu tanya saya nasionalis apa nggak, saya sendiri bingung. Kayaknya nasionalisme saya tuh udah kayak puing-puing berserakan yang siap diterbangkan angin. Well, jadinya akhir-akhir ini saya tertarik dengan isu orang-orang yang berjuang demi kebaikan Indonesia, maupun orang-orang yang berusaha merusaknya (lagi).

Lihat artikel si Wahyu tadi, memang benar sih. Indonesia dari segala aspek, kacau banget. tapi dia melihat dengan sudut pandang yang berbeda, yang tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya. Wahyu mencari kesulitan. Karena dari kesulitan itulah yang memperkaya dirinya. Kalo kamu lihat sekeliling, banyak banget yang bisa dilakukan untuk Indonesia ini. Nyari pahala gampang. Coba di negara yang udah rapi dan sejahtera. Mungkin mau bikin pahala kamu harus bikin sesuatu yang ‘wah’ dulu. Bikin yayasan, jadi sukarelawan sesuatu, atau jadi ilmuwan. Karena masyarakatnya sudah ajeg, solid.

Kalo di Indonesia, coba kalo kamu keluar rumah, widih banyak banget kejadian yang kamu alami mulai dari keluar rumah sampai tiba di tempat tujuan. Emosi udah pasti dateng tiap hari. Saya yakin, tiap warga Indonesia punya kejadian yang kerap kali menampar nuraninya. Pahala tersedia di penjuru mata. Juga dosa, gampang banget dibuat. Tapi hei, kalo semua orang buat dosa, kita bikin dosa jadi nggak gitu menantang bukan. Di tempat yang kacau, paling menantang kalo kamu berbuat kebaikan. Karena ngga semua orang mampu melakukannya.

Lalu, tentang petinggi Lapindo yang mencalonkan diri jadi Bupati Sidoarjo. Hmm.. begitulah sifat manusia. Saya baca juga, si Inul Daratista yang kerap kena pencekalan dari berbagai daerah karena goyang nge-bornya, kini mencalonkan diri menjadi Bupati Malang. Haha cerdas. Jadi inget film Watchmen *Singing: Everybody Wants to Rule the World*

Terakhir, Sekolah Cikal. Memang sewajarnya tiap sekolah sekarang punya kurikulum antikorupsi (dan kurikulum yang ngajarin tentang kearifan lokal di daerahnya masing-masing). Lihat aja pelajar jaman sekarang, nyontek udah jadi kebiasan sehari-hari dan nggak tabu lagi. Nyontek merupakan contoh dari perbuatan korupsi kecil-kecilan. Tapi nggak lama lagi yang ‘kecil-kecilan’ itu berubah jadi sesuatu yang besar.

See, kayaknya budaya korupsi masih akan berakar di Indonesia sampe ratusan tahun yang akan datang *optimis dikit dong, Din!

No comments: