daily thoughts and activities

Friday, October 31, 2008

Oleh: Dina Tri Septianti Harahap

Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace

Penggalan bait dari lagu John Lennon di atas, “Imagine” yang direkam pada tahun 1971 sampai saat ini masih sering dijadikan anthem bagi gerakan anti-agama dan anti-perang. Lagu tersebut muncul dalam film les 24 heures de la television atau 24 Jam TV.

Film yang diputar oleh Centre Culturel Francais (CCF) Bandung menampilkan cuplikan wawancara tokoh-tokoh yang membawa perubahan kebudayaan di Eropa mulai tahun 1948 sampai dengan 2008. Mulai dari band atau musisi yang membawa apa yang dinamakan British Invasion pada masa itu semisal The Beatles, The Rolling Stones, U2, The Clash sampai pelukis Pablo Picasso.

Film Prancis yang berdurasi 45 menit ini didominasi warna hitam putih di mana memang pada masa awal visualisasi televisi belum berwarna seperti sekarang. Sayangnya, teks berbahasa Inggris yang muncul menggunakan warna putih sehingga tidak terlalu jelas dilihat penonton. Meski begitu, unsur humor tidak ketinggalan dimasukkan ke dalam film.

Saat untuk melongok kembali sejarah, banyak terekam momen yang menyentuh, lucu maupun mengejutkan. "Banyak peristiwa penting yang menarik untuk diketahui dan kita juga dapat melihat perkembangan pertelevisian Prancis dari tahun ke tahunnya," jelas Penanggung Jawab Bidang Budaya yang juga menangani media, Windiana Mutiasih, yang akrab dipanggil Windi ketika diwawancara di lobi CCF.

Hari Audio Visual Internasional

Sejak 2007, tanggal 27 Oktober ditetapkan sebagai hari internasional warisan budaya bidang audiovisual. Dalam kesempatan tersebut dan untuk keempat tahun berturut-turut di Bandung, CCF menayangkan arsip audio visual yang diputar dengan beragam kategori acara televisi yakni politik, olahraga, musik, dunia, fiksi dan kemasyarakatan (societe).

Program ini dipersembahkan oleh Institut National de l’audiovisuel (INA)

atau Institut Audiovisual Nasional Prancis. Fim les 24 heures de la television ditayangkan dua kali yakni Sabtu, 25 Oktober dan Senin, 27 Oktober. “Biasanya ditayangkan satu kali saja tapi tahun ini kita tayangkan dua kali,” ujar Windi.

Pada pemutaran film hari pertama dengan segmentasi mahasiswa dan umum, terdapat kuis di akhir film. Sepuluh hadiah menarik juga dimasukkan sebagai bagian dari pancingan agar penonton, siswa CCF khususnya, menikmati film dan mencerna jalan ceritanya dengan baik. “Kalau buat umum kan mereka bisa melihat perkembangan kebudayaan di Eropa. Sedangkan untuk mahasiswa yang sedang belajar bahasa Prancis bisa buat applicate melatih pendengaran, memperdalam percakapan, dan pronounciation bahasa Prancis. Nah yang hari kedua, kita khususkan untuk pelajar SMA yang belajar berbahasa Prancis,” lanjutnya.

Tampaknya tujuan tersebut tercapai. Pukul 14.00 WIB CCF Bandung atau yang terletak di Jalan Purnawarman no. 32 dikunjungi oleh orang-orang yang bermaksud menonton pemutaran film gratis. Auditorium CCF yang berkapasitas 220 orang terisi lebih dari setengahnya. Ruang pertunjukan yang dilengkapi dengan tata suara, proyektor video 16 mm, tata lampu, AC, semi-grand piano Yamaha, dan ruang rias tersebut memang sering digunakan untuk pertunjukan, seminar, dan diskusi.

Misi Budaya

CCF Bandung mempunyai misi kebudayaan yang non-profit. Lebih lanjut Windi menjelaskan CCF berada di dalam naungan Kedutaan Prancis di Indonesia. Dalam menjalankan misi budaya dibutuhkan dana yang besar seperti mendatangkan INA dan mengumpulkan rekaman perkembangan budaya di Prancis.

INA adalah sebuah lembaga di Prancis yang menyimpan atau bank gambar yang merekam semua gambar-gambar yang terjadi di dunia pertelevisian. Penayangan film les 24 heures de la television merupakan komunikasi yang terjadi antara INA, Menteri Luar Negeri Prancis, dan Kedutaan Prancis di Indonesia. CCF sebagai solusi dalam menayangkan film kepada publik.

Dari tahun keempat CCF menayangkan film produksi INA tersebut, tema tiap tahunnya selalu berbeda. Tahun lalu tema film yang diusung mengenai politik di Eropa sedangkan tahun ini khusus mengenai budaya. “Dengan adanya pemutaran film ini, kami ingin meningkatkan dan juga memberikan gambaran mengenai sejarah audio visual di Eropa pada umumnya, Prancis pada khususnya,” tutur Windi.

Salah satu pengunjung, Satrio Rinaldi, yang menyaksikan pemutaran film meninggalkan komentarnya, “Seru juga sih filmnya dari gambar hitam putih di awal jadi berwarna di tengah-tengah. Tapi karena nggak ngerti bahasa Prancis jadinya sempat ngantuk juga. Hehehe”.

Tuesday, October 28, 2008

Duh gue ini sesat banged c kuliah..
Actually gue udah jelas-jelas say NO jadi wartawan di masa depan. I hate that job.
Tapi sekarang.. yah di sinilah gue, dengan segala kenistaan menempatkan posisi gue di jurusan jurnalistik. Gue (seharusnya) ngga terlalu heboh sama namanya deadline. Namun, apa mau dikata gue lebih eneg lagi ngebayangin harus ngulang mata kuliah ini, yang buat gue jadi manusia norak bin heboh dalam mengerjakan tugas "Wawancara Cetak". Emang guenya yang so stupid baru ngubungin narasumber di hari Jumat. Gue lupa kalo pas gue nelpon narasumber teh udah hari Jumat. Sabtu minggu pan orang-orang libur, jelas pada pergi lah, teu bisa wawancara. Deadline gue hari Senin.
My head is about to explode.
*itu tulisan gue setaun yang lalu dan sekali lagi, hari ini.. gue berada di posisi yang sama.. hehe..