daily thoughts and activities

Monday, October 19, 2009

Saturday, October 17, 2009

Anak vs orangtua. Sebenarnya saya masih bingung dengan hubungan fungsional dari siklus biologis keduanya. Orangtua melahirkan anak. Anak nggak minta dilahirkan. Tapi, katanya hidup itu anugerah paling besar jadi berbahagialah sama yang telah dilahirkan ke dunia *meureun, kalo orangtuanya KB emang itu anugerah. Gatau deh yang nggak dan bikin negara makin miskin aja dan si anak itu sendiri sengsara.

Agak melenceng sepertinya saya. Dan yang mau saya omongin adalah, mengapa dalam hubungan fungsionalis biologis itu peran masing-masing, anak, ibu, bapak, terlihat pakem, statis, dan hanya mewariskan dari, hubungan anak-orangtua versi terdahulu. Maksudnya, si mamah aku atau mamahmu, dalam mendidik anak sering tanpa referensi kecuali bagaimana cara orangtua mereka dulunya mendidik mereka. Terjadi plagiarisme di sini, penjiplakan pola asuh. Padahal, anak mereka berbeda dengan mereka. Anak-anak yang mereka lahirkan itu, yang diwariskan mutlak hanya gen dan kromosom-kromosom (iya nggak sih), absolut. Sedang sifat, karakter adalah sesuatu yang berbeda, relatif, dan berdiri sendiri.

Mungkin memang benar ada penurunan sifat-sifat seperti kalimat-kalimat yang sering kita dengar ketika seorang ibu sedang memarahi anaknya, “watakmu memang seperti bapakmu. Keras kepala.” Tapi saya percaya, everyone is made of such specific details. Elo nggak bisa memperlakukan semua orang dengan perlakuan yang sama. Semua orang unik. Nggak biasa. Nggak sama. Jangan melakukan generalisasi.

Dann, sepertinya gue melenceng lagi. Yang mau saya tekankan di sini, semua anak pasti beranjak dewasa, tapi peran “anak” ga bakal pernah bisa lepas dari dia (saya nggak memungkiri itu). Cuma satu poin yang nggak saya sreg, nggak kompatibel sama jiwa saya. Kenapa orangtua dengan mudahnya menyatakan harapan-harapan, keinginan-keinginan mereka kepada si anak -yang tanpa mereka sadari telah menaruh beban yang berat ke pundak si anak. Sedangkan, kenapa si anak tidak bisa dengan mudahnya, dengan leluasanya, menyatakan mimpi-mimpi mereka kepada orangtuanya. Orangtua sudah curi start dengan terlebih dahulu menaruh beban-beban yang telanjur dipikul si anak. Terlebih, mimpi-mimpi si anak pada akhirnya bertentangan dengan mimpi-mimpi orangtuanya.

Menurut saya, banyak orang yang menjalankan hidup nggak sesuai dengan keinginannya atau mimpinya karena faktor tadi. Padahal ya, orangtua pasti mati (I mean, everyone must be dead). Dan kita, anak-anak yang ditinggal para orangtuanya harus menjalani hidup sendiri, menemukan pendamping, dan bikin anak lagi. Mengapa hidup harus terdikte sama yang melahirkan kita. wow, saya nggak bisa menemukan kata yang lebih halus dari itu. Maaf, jiwa sarkastik.

Dan yang mau saya luruskan di sini adalah, saya mempunyai orangtua yang amazing. Mereka nggak pernah BENAR-BENAR mengikat saya untuk menjadi A atau B. jelas mereka inginnya saya menjadi seperti yang mereka mau tapi kayaknya mereka udah nyerah untuk hal itu. still, I have doubts in my mind to tell them what I really want to do in my life. Dan meninggalkan pertanyaan besar buat gue: Why.

Mungkin pola asuh tadi ya. Mereka telanjur pernah nyuri start dengan mengatakan harapan-harapan mereka dari saya, telanjur pernah mengatakan tidak atas mimpi saya, telanjur pernah menaruh beban di pundak ini dan sejumlah do’s-and-don’t’s-thingy in my mind. Well, hingga pagi ini saya akhirnya memutuskan untuk mendobrak benteng tersebut. Benteng yang entah siapa yang menciptakan. Sayakah, merekakah, tidak penting..

There are dreams that I dare to dream, I’m striving to make them really do come true.