daily thoughts and activities

Friday, December 11, 2009

Siapa sih orang Indonesia yang gak tahu Pertamina? Pertamina sebagai satu-satunya BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang menguasai sektor migas sebagai kebutuhan energi bangsa ini tercatat telah memiliki sekitar 4465 SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum). Selain BBM, Pertamina juga mengeluarkan berbagai produk bahan bakar lain seperti LPG (Liqueified Petroleum Gas), Bahan Bakar Khusus (BBK), maupun produk pelumas yang sudah mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia.

Perjalanan panjang selama setengah abad lebih atau tepatnya 52 tahun telah dilewati Pertamina untuk menjadi sebesar sekarang. Merupakan hasil merger dari PN Pertamin dan PN Permina tahun 1968, masalah yang dihadapi Pertamina kian kompleks mengikuti perkembangan jaman dan gejolak tanah air yang tidak pernah berhenti. Ya, masih ada perjalanan panjang di depan mata yang harus dilewati. Untuk memulainya, tentu harus dengan langkah pertama.

“Pasti Pas”?
Meski diisukan pernah menjadi perusahaan negara yang kontoversi dengan politisasi elit, Pertamina yang telah bertransformasi menjadi perusahaan perseroan tahun 2006 kemarin, berusaha untuk melangkah menjadi perusahaan yang dapat dibanggakan oleh bangsa Indonesia. Langkah pertama yang dilakukan Pertamina dalam transformasinya adalah menciptakan slogan/logo SPBU Pertamina “Pasti Pas”.

Dengan slogan/logo tersebut, Pertamina menjamin tidak ada kecurangan dalam takaran pengisian bahan bakar kendaraan (pas). Slogan “Pasti Pas” juga dapat mengandung arti bahwa produk Pertamina lah yang paling pas untuk para konsumennya. Sayangnya, belum semua SPBU Pertamina berlogo “Pasti Pas”. Dan SPBU yang berlogo “Pasti Pas” pun ternyata belum pasti pas. Mungkin tidak diragukan lagi ke-“pas”-an SPBU yang berada di kota-kota besar dan mudah dilakukan pengawasannya oleh pusat. Namun, beda halnya dengan SPBU “Pasti Pas” yang lokasinya jauh dari pengawasan pusat dan kebanyakan berada di daerah-daerah.

Saya memiliki pengalaman pribadi akan hal tersebut. Saya dan keluarga yang gemar melakukan traveling di kala liburan panjang, sering melakukan perjalanan luar kota bahkan luar pulau Jawa. Di saat itulah, keberadaan SPBU Pertamina terasa bagai kebutuhan pokok bagi kami. Kami sering menemukan SPBU yang tidak berlogo “Pasti Pas”. Jangankan berlogo “Pasti Pas”, fasilitas umum seperti mushola saja tidak ada atau kalaupun ada, keadaannya sangat tidak terawat.

Ketika melakukan road trip tahun 2008, pernah juga kami kesulitan menemukan SPBU di daerah Majenang sampai Wangon, yakni arah menuju Purwokerto, Jawa Tengah. Setelah cemas puluhan kilometer karena ketiadaan pom bensin, akhirnya kami menemukan SPBU Pertamina. Namun, ternyata tidak ada premium sama sekali. Habis. Padahal saat itu masih siang. Petugasnya berkata bahwa pasokan BBM belum sampai.

Kami yang meninggalkan SPBU tersebut dengan rasa kecewa, akhirnya membeli bensin eceran di warga sekitar. Hal ini tentu masih menjadi PR (Pekerjaan Rumah) untuk Pertamina, yakni masalah pendistribusian, sebagaimana masih sering menjadi berita-berita hangat di televisi hingga sekarang. Keadaan SPBU di daerah-daerah pun terkesan kurang terawat, tidak semegah yang biasanya saya temukan di kota-kota besar dan juga tidak ada slogan “Pasti Pas” di SPBU-SPBU tersebut. Bukankah seseorang maupun instansi yang profesional akan bersikap profesional di mana pun ia berada, sekalipun dalam situasi yang kurang menguntungkan?

Kerja Keras Adalah Energi Kita
Di luar kekurangannya, Pertamina juga telah mengukir berbagai prestasi. Seperti konversi minyak tanah menjadi LPG yang banyak menuai pro dan kontra. Secara pribadi, saya sangat mendukung program ini, terlebih apabila tidak dibarengi dengan kelangkaan LPG itu sendiri. Pertamina juga telah mengeluarkan produk Bio Solar dan Bio Pertamax yang ramah lingkungan. Saya harap akan menyusul produk-produk ramah lingkungan yang lain, terutama untuk bensin ramah lingkungan dengan harga yang terjangkau.

Visi Pertamina “to be a world class national oil company” menunjukkan kemauan Pertamina untuk maju ke arah positif. Memang, tidak akan mudah dalam mencapai visi tersebut. Dilihat dari kualitas produknya, produk Pertamina tidak kalah dengan produk-produk asing yang telah berlaga dalam kancah internasional. Kabar baik juga sudah terhembus dengan mengantongi sertifikasi internasional dari American Petroleum Institute (API), Japanese Automobile Standard Organization (JASO), dan sebagainya.

Namun, mungkin dalam manajemennya, masih banyak yang perlu dibenahi. Pertamina harus banyak belajar terhadap perusahaan-perusahaan migas asing yang telah mempunyai nama dan dikenal masyarakat dunia. Hingga pada akhirnya pengelolaan Pertamina bisa sepenuhnya dipegang oleh anak bangsa. Begitu banyak orang cerdas di negeri ini hingga kita tidak perlu merasa kurang percaya diri dalam mengelola aset negeri sendiri.

Jangan pernah terlalu lelah untuk berbenah diri menjadi lebih baik. Kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia pun harus terus memberi dukungan, use local products. Hingga selain menjadi tuan di negeri sendiri, Pertamina juga dapat mengharumkan nama bangsa. Semakin tinggi mimpi maka usaha yang dibutuhkan harus lebih tinggi dari mimpi tersebut. Oleh karenanya, kerja keraslah yang menjadi energi untuk menggapai itu semua. Maju terus Pertamina!

Friday, November 27, 2009

Good music is like.. cotton bud. Iya. Kayak korek kuping. Bisa bersiin kuping loe dari kotoran kuping. Setelah seharian si kuping lelah mendengar omelan orang, orang mengeluh, klakson mobil yang nggak sabar di persimpangan lampu merah, suara kendaraan bermotor yang berebut jalan, para wanita muda yang bergosip, orang menggibah, caci maki, sumpah serapah dan sebagainya, musik menjadi sterilizer kuping saya. Menghilangkan segala aliran racun yang mengalir dari telinga menuju otak. Menetralisir dari segala kepenatan dunia, terkadang membuat dada ini berdebar-debar dan memunculkan perasaan bahagia yang aneh. Yea, music is one of the best therapy for me.
01 - Woman
02 - Who Is To Blame
03 - City Man
04 - Bermain Cinta
05 - Do I Have To Know
06 - Holding On
07 - Spinnin' Around Me
08 - Fallin' Down
09 - Turn It On
10 - Funky Pesta
11 - Decided To Myself
12 - Enam Tiga Puluh


Musiknya Gugun & The Bluesbug salah satunya. Turn It On is awesome! Saya suka merasa purified kalo dengerin ini. Saya bener-bener jatuh cinta. Saya juga jadi suka blues rock karena mereka. Suara gitarnya.. saya nggak ngerti deh kenapa bisa keluar kayak gitu. Dewa banget lah. Saya jadi inget, mereka kan dua tahun terakhir manggung di JGTC (tapi tahun ini nggak, saya liat di line-up list). Dan bodohnya, dulu saya belum ‘ngeuh sama Gugun & The Bluesbug. Jadi pas mereka manggung saya tuh ada ratusan meter dari mereka. Ngobrol T.T

Track favorit saya Woman, Who Is To Blame, Bermain Cinta, City Man,Do I Have To Know, Enam Tiga Puluh, Holding On, itu mah hampir semuanya yaa. Hehe. Oia, Gugun & The Bluesbug juga berkontribusi dalam sontreknya Laskar Pelangi. Judul lagunya Mengejar Harapan. Suka saya dengerin kalo motivasi lagi surut :b Cari-cari aja di YouTube kalo penasaran. Jangan lupa download ya. Lebih mulia lagi kalo beli albumnya. Cheers!

Selamat idul adha semua

Eniwei, saya bingung apa makna dari Idul Adha itu sendiri kecuali sebagai lebaran haji maupun Idul Qurban (Idul itu artinya apa si?). saya pun tidak dapat makna yang mendalam tentang Idul Adha ini. Lebaran haji kan berarti lebarannya buat yang haji aja *eh gitu bukan. Abis itu, Idul Qurban.. entah mengapa hari ini bedanya dengan tayangan televisi yang memamerkan sebuah ironi akan negara namanya Indonesia, di mana warga negaranya berdesak-desakan hingga terinjak-injak demi sekantong daging kurban.

Alhasil, hari ini saya nge-blank. Apa sih Idul Adha itu? saya jadi salting, seharusnya yang tepat dilakukan hari ini apa? Kalo lebaran Idul Fitri kan udah jelas. Kerasa banget “kemenangannya” kalo kamu puasa sebulan penuh. Bermaaf-maafan sama keluarga dan bersilaturahmi dengan keluarga muslim lain. Perayaan lah.

Di samping kebingungan saya akan makna Idul Adha itu sendiri, saya akan membagi kisah hari ini.

Karena ini lebaran –nggak ngerti, yang penting lebaran- saya pun jadinya bangun pagi. Pukul empat pagi saya bangun terus solat Isya. ini sih bangun pagi bukan karena lebaran tapi malemnya ketiduran. Kemarin saya merasa letih sekali, namun teringat seseorang akan berulangtahun besok (hari ini berarti). Saya berniat mengirim ucapan ulang tahun lewat sms tepat pukul 00.01. jadi saya berstrategi akan tidur cepat dan bangun pukul 11.45 pm. Tiga alarm sudah dipasang dan saya sukses nggak bangun.

Pukul setengah 7, saya, mama, papa pergi solat Ied di masjid Asy-Syarif. Sayang sekali mati lampu, khatib yang menggunakan TOA pun tidak terdengar oleh saya dia mengatakan apa. Pulang, nyampe rumah, si mamah deketin aku (kok jadi "aku" sih) sambil ngasih tangan minta dicium. Yahh gelagat kayak mau lebaran gitu, maaf-maafan.

Aku: mamah apaan sih? (sambil cengengesan)
Mamah: kan lebaran

Berhubung aku cuma cengar-cengir akhirnya si mamah udah aja nyengir juga sambil melenggang ke dapur. Duh! Aku bingung Mah, Idul Adha tuh apa sih.. kan kita udah lebaranan September kemarin.

Abis itu si papah, dia kebetulan nangkep mata aku.

Papah: Eh, mana nih ko nggak minta maaf sama papa? (sambil ngasih tangan buat dicium)
Aku: Oh gitu ya. Maavin deh. Hehe (sambil cium tangan)
Papah: iya. Ngg.. (baru mau ngomong)
Kakak: AWAASS!

Tiba-tiba kakakku teriak. Ternyata aku nginjek nasi si bocil Riga yang dia lepeh. Dalam hati, “yes! Kesempatan”. Langsung ngelepasin tangan papah dan pergi ke kamar mandi buat cuci kaki. Dengan distraction ini, seenggaknya urusan kita selesai sementara. Aku nggak pernah nunggu lebaran dateng buat minta maaf ataupun maafin papah. Aku nggak pernah marah ko –kesel iya.

Aku tau tadi papah mau ngomong sesuatu. Cuma sekarang aku belum bisa dengernya.
Kalopun besok papah masih mau ngomong sesuatu. Aku juga belum bisa dengernya.
Maaf papah.

Thursday, November 19, 2009

Saya nemu video berikut di facebook –dunia di mana semua orang terlihat mirip dan membosankan. Yea, terkadang ada hal-hal bagus yang saya temukan dari situs tersebut. Salah satunya video ini. Saya ambil dari fb seorang teman, Tito.

The band consists of Thom Yorke, Radiohead producer Nigel Godrich, Beck/R.E.M. drummer Joey Waronker, percussionist/multi-instrumentalist Mauro Refosco, and... Red Hot Chili Peppers bassist Flea.

Emang. Bajingan banget. bubarin aja tuh band.

“In the past couple of weeks I’ve been getting a band together for fun to play The Eraser stuff live and the new songs etc. to see if it could work,” Yorke writes. “We don’t really have a name and the set will not be very long cuz… well… we haven’t got that much material yet! But come and check it out if you are in the area.”

Yorke also recently called his new song “The Hollow Earth” a “bass monster,” so Flea should help in bringing songs like that and Eraser’s “Harrowdown Hill” from the studio to the stage. Another new Yorke song called “Hearing Damage” will feature on the New Moon soundtrack. (taken from rollingstone.com, 9/29/09)

Wednesday, November 18, 2009

Setelah panik dan muncul pikiran-pikiran negatif sama si canon hingga terpikir untuk beralih ke brand lain. Saya dikasih pencerahan sama si Koh Morce kalo semua brand pasti ada penyakitnya. Mau itu canon, Nikon, sony, dan sebagainya. Sama saja.

Canon error 99, bagi canonian yang pernah/sedang mengalaminya, nih ada info. Kalo kata saya sih, cukup melegakan secara sebelumnya info-info yang saya dapat dari googling banyak ngga benernya. Yea. Banyak orang sok tahu di luar sana.

Emang. Ni artikel panjang banget tapi si penulisnya punya gaya menulis yang cukup asik, imho. Mencret, mencret deh loe.

Canon's Error 99: the Man, the Myth

Posted 2008.12.31
NOTE: This article was updated in April of 09 after Mark at Precision Camera, our favorite repair shop, provided us with some additional information.
This is probably the most boring article I’ve written for LensRentals. (Personally, I like Smashed Front Element the best.) But, I love a good mystery, and I love debunking DSLR “urban legends”. Every so often I run across an online forum where someone makes broad statements about Error 99 which I know are incorrect or at least incomplete. As is my practice, I’ve boldly charged into these online gunfights devoid of intellectual ammunition (i.e. facts). And predictably, the intellectual level of the discussions quickly spirals down from “Is not”, “Is so” into the traditional online-forum sign-offs of “You get Err99 because you’re a bad photographer” and “if you’ve never gotten Err99 you’re obviously not taking many pictures”.
Because Canon Corporate apparently believes that releasing no information about a problem makes it go away, there is little factual information to debunk the online myths regarding Err99 unless you really do a lot of digging. Googling Err99, Canon EOS error codes, etc. brings up several dozen pages of links most of which are the above mentioned “discussions”. There are a few nuggets of truth out there, though. The most complete of these is a multi-year 2,300 post discussion of Err99 problems at Richard’s Notes. There are also a few thoughtful and factual discussions that have taken place in some of the better forums online. After spending far more hours than I intended looking through these sources to settle an online debate, I thought I’d write a summary of what I found and what we’ve experienced here— LensRentals has over 700 Canon lenses and over 50 Canon bodies, so we have a bit of Err99 experience.

The Myths

Some of the most common Err99 myths are listed below. Strictly speaking, they are not myths; almost every one is true. The myth part comes from thinking that any one of them is actually the cause of Err99. So:
  • Err99 results from an electronic communication problem between the lens and the camera.
  • Err99 results from using third-party (i.e. Sigma, Tamron, Tokina) lenses.
  • Err99 means that electronic circuitry in the lens has failed.
  • Err99 means that electronic circuitry in the camera has failed.
  • Err99 results from using third party batteries.
  • Err99 is a firmware issue, and can be fixed by upgrading to the latest firmware.
  • Err99 started with Canon XT and 20D cameras.
There are a lot more. Almost all of them are true for at least some cases of Err99. The best myth, though, is that Canon purposely created error 99 to prevent the use of third party lenses. As best I can tell, that one isn’t really true, but it does make fun speculation. And, of course, Canon’s nearly total silence on error 99 and other problems certainly helps feed the conspiracy theorists among us.

A Brief History of Error 99

Canon no longer officially comments on Err codes, but if we go back to the golden days when they did, we can unravel a lot of the Err99 mystery almost immediately. Back in 2000 Canon released its first mainstream DSLR, the 3.1 megapixel D30. The manual contained a helpful list of the camera’s built in error codes:
  • ERR 09: System Error. This error occurs when the EOS D30’s self-checking system processing time has exceeded the specified limit.
  • ERR 22: CF DRIVER. Data cannot be written to the CF card for some reason or another.
  • ERR 23: NO SPACE LEFT ON THE CF CARD. Space remaining is smaller than needed to complete the write operation.
  • ERR 50: CF FORMAT. The CF card cannot be formatted in the camera.
  • ERR 51: PLAY MODE. The CF card cannot be played back in the camera.
  • ERR 80: SHUTTER. The shutter operation sequence has not been completed correctly.
  • ERR 81: MIRROR. Mirror up/down status cannot be detected during shutter release.
  • ERR 82: STROBE. The built-in flash cannot be charged.
  • ERR 83: POP UP. The built-in flash’s pop-up operation cannot be detected.
  • ERR 84: LENS COMMMUNICATION. Electronic communication with the lens cannot be established, or the aperture diaphragm cannot be controlled.
In 2002, the D60 was released. It had a reduced set of error codes:
  • ERR 01: LENS COMMMUNICATION. Electronic communication with the lens cannot be established, or the aperture diaphragm cannot be controlled.
  • ERR 02: CF DRIVER. Data cannot be written to the CF card.
  • ERR 04: NO SPACE LEFT ON THE CF CARD. Space remaining is smaller than needed to complete the write operation.
  • ERR 05: POP UP. The built-in flash’s pop-up operation cannot be detected.
  • ERR 99: SYSTEM ERROR. There is an internal malfunction detected during the camera’s self-checking procedure which is executed before every attempted exposure.
Key point: Error 99 is a catch-all which can mean almost anything went wrong.
As far as we can tell, the Canon error codes have remained the same through the 50D and 5DMkII camera bodies, at least nominally. The more recent bodies have added an Err 06 code for ‘sensor cleaning unit malfunction’, and there are now ERR 10, 20, 30, 40 . . . 80 codes on 5D Mk II cameras (with the useful message ‘Shooting is not possible’. Duh!). Also some more recent manuals now define ERR99 as “an error other than one of the above (ERR1-ERR06)” has occurred. The only semi-official statement from Canon in recent years is one from Chuck Westfall in TheDigitalJournalist saying “[ERR99] is a non-specific error code which can be caused by a wide range of malfunctions. … a variety of problems can be caused by the use of non-Canon accessories such as lenses, memory cards, battery packs, electronic flash units, etc.”

Now, Let’s Speculate

We know from the above that the ERR99 code has existed since the D60, but most of the current ERR99 online discussion and speculation started around 2003-2004. A large part of this is for obvious reasons: the number of Canon SLRs in service exploded around 2003 and 2004 with the introduction of the Digital Rebel and the 20D cameras. There are some other factors that may have contributed to the marked increase in ERR99 reports around this time. Several changes that occurred, but probably did not have much to do with the ERR99 increase include:
  • The EF-S lens mount was introduced in 2003 with the Digital Rebel.
  • Canon flash systems changed to E-TTL II in 2004. E-TTL-II largely incorporates a change in the flash calculations done in the camera body and communicated to the flash unit through the hot shoe. (Some people state ERR99 problems involving flashes have only occurred since this change, but these are rare at any rate.)
  • In 2003 Canon increased the number of autofocus points in prosumer cameras from 3 to 7 (10D) and again to 9 in 2004 (20D).
  • The Digic image processing chip was introduced in prosumer cameras in 2003, and the more powerful Digic II in 2004 with the 20D and Rebel XT.
There are a few changes, however, that logic suggests might have had some causative effect on ERR 99 messages.

Lens-to-Camera Electronic Communication

Although Canon hasn’t said so specifically, pretty strong circumstantial evidence indicates that the electronic connections between lens and camera were changed at least once and probably twice since 1998. The first change is probably better documented and seems to have occurred first with the EOS 3 and EOS 1V film cameras, which introduced the 45-point autofocus system later used on the 1D series digital SLRs. A number of third party lenses (mostly Sigma) would not communicate autofocus information with these cameras, and required re-chipping by the manufacturer to regain compatibility. The same problem occurred with the introduction of the 10D digital camera, which increased prosumer autofocus points from 3 to 7 and introduced the Digic processor. Of note, those incompatible third party lenses gave an ERR99 message, not ERR01, when used with the 10D. As best I can find, the first widespread ERR99 reports occurred when third party lenses couldn’t communicate electronically with the new 10D camera, and the soon-to-follow Rebel and 20D. This is the source of many people’s partially incorrect belief that ERR99 always means a miscommunication between camera and lens.

Lens Current Draw

The second change is less clearly established. Some sources state that lenses with IS systems have higher electric current transmitted from the camera than other lenses do, which makes sense, considering that they have more work to do. In-lens image stabilization first appeared in 1995 with slight improvements in 1997 and 1999. A major improvement was made in 2001 with the faster IS system used in the 70-200 f/2.8L IS and again in 2006 with the new four-stop system in the 70-200 f/4L IS. The newest IS systems are more powerful and stabilize more quickly (0.5 seconds as opposed to 1 second with older systems), so it’s logical to assume they draw more current across the connections, although this is not documented anywhere that I can find.
Several lenses with newer IS, including the 70-300mm f/4-5.6 IS (2005), EF-S 17-55mm f/2.8 IS (2006), and 70-200mm f/4L IS (2006) became very popular with photographers shooting EF-S mount cameras. We know that malfunctions in some of these lenses, most commonly reported with the 17-55 f/2.8 IS, cause ERR99 (and not ERR01) on EF-S mount cameras. Cleaning the electronic contacts on the camera and lens will often fix, or at least improve the problem. There are a few reports that the problem is more common with original Digital Rebel and 20D cameras, and less common with newer cameras; our data supports this too. Some knowledgeable people have speculated that there was a change in contact alloy, a thinner layer of gold plating, or other electrical contact issues with the XT and 20D cameras that make it more difficult for these cameras to deliver the required current to the newer IS lenses. On the other hand, the problem may simply be more common with older cameras because the lens contacts are more likely to be worn.

In-Camera Voltage Drops

Another theory that has some factual basis was reported several years ago on DPReview. A tester found that Canon 20D cameras would display ERR99 if the camera voltage fell below 7.3 volts. The BP511 battery used in all prosumer cameras prior to the 5DMkII should deliver a bit over 8 volts in fully charged state, but will fail to deliver sufficient voltage in certain conditions: dirty contacts, failure of a cell within the battery, age, rapid power consumption, or some combination of the above. This certainly would explain the ERR99 problems occurring with bad batteries or bad battery contacts. Again, just speculating, but I would suggest that a fall in voltage across just part of the camera circuitry would also cause ERR99— for example, across dirty or corroded electrical contacts, across a cracked ribbon cable, or perhaps a slightly corroded circuit board connector. I’ll come back to this idea later.

Common Causes of ERR 99

I’m listing these in my own perceived order of frequency, combining our experience at LensRentals with reading countless online ERR 99 reports. The list has been revised after further information from Precision Camera about actual causes they see during repair. One important thing they reminded me of: when we see ERR99 on the screen, the camera actually has more information about the cause of the error internally. A repair shop can read this information from the camera and often determine the cause with complete accuracy.
  • Lens/camera electrical contact failure
  • Lens circuit (AF or IS) failure
  • Camera electronic circuit failure (see below)
  • Battery or Grip problems
  • Broken or stuck lens aperture diaphragm – Note: this most often happens only when the lens is completely stopped down. If you have questions about the lens, shoot it both wide open and stopped down. If ERR99 appears when stopped down, its an aperture issue.
  • Older third-party lens with incompatible electronics
  • Jammed or damaged camera shutter curtain
  • Mis-formatted or damaged card
  • Damaged or corroded cell within camera battery
  • Failure of the sequence motor—according to precision this is unusual, but does occur, especially in older cameras that have been through a shutter replacement.
  • Corroded battery or camera contacts
  • Incorrectly mounted battery grip, particularly if it’s too loose
  • Camera/hot shoe electrical contact failure
  • Moisture condensation within camera or lens (or corrosion occurring days or weeks after moisture exposure)
Most of us cannot define in-camera circuitry failure more specifically than “it went to Canon for repair”, but a few skillful individuals have disassembled their ERR99 frozen cameras and reported things like loosened solder splats that were causing shorts, ribbon cables not firmly seated in their connectors, loose metal shields in the camera that could move enough to short or ground an electrical part, etc. If you’ve never seen the insides of a digital SLR, there are an amazing amount of electronic connections packed into basically no space in there.

Experience at LensRentals.com

There are a number of “what to do when ERR 99 occurs” lists that I’ve summarized below. Before we jump to them, though, I think its important to try to narrow down the ERR 99’s cause, rather than to go through the list and hope everything is better. I realize “finding the problem” sounds remarkably obvious, but bear with me for a second. With hundreds of lenses mounted to hundreds of different cameras at any one time, we deal with a lot of ERR 99 problems. Some ERR 99 issues are specific and immediate: suddenly the camera starts giving ERR99 with almost every shot. Resetting the electronics helps for a few shots— or doesn’t— but the problem recurs and the camera is basically useless. These “catastrophic” ERR 99 episodes usually means there’s been a major injury in the camera or lens: shutter failure, circuitry burnout, etc. Sometimes the fix is easy— new battery, smoothing a jammed shutter curtain, changing lenses, etc.— but most often a trip back to the mothership for either the camera or the lens is in order.
Other ERR 99 problems are more subtle: ERR 99 shows up after a lens change, lets say. Cleaning the contacts makes it go away, but it comes back a week later, getting more frequent over time. It may just be with one lens at first, but may start occurring with other lenses. In these cases I think it important to remember the point about electrical voltage made above: if voltage drops below 7.3V in the camera’s circuitry, ERR 99 is likely to occur. Voltage drops across different connectors are cumulative, and batteries produce less voltage as current increases. What may seem a case of dirty contacts may really be a narrow power margin, due to oil on the lens contacts, an old battery that’s not producing its rated voltage when fully charged, a lens that’s sucking down power to run the IS servos, which finally drops below the lower operating threshold when autofocus is activated. Cleaning the lens contacts might help, but that doesn’t make it “the problem”. So, be careful when diagnosing an intermittent problem. Its also important to do everything you can to narrow down the problem. Sending the camera to Canon for “intermittent ERR99” without more information is likely to lead to “can’t reproduce problem” at the Canon Service Center.
For example, once or twice a month we’ll have a customer tell us “the lens is causing ERR 99 on my camera, none of my other lenses do that”, so we send them a replacement. We have the luxury most individuals don’t get in that situation: the ability to test that lens on multiple cameras, plus the customer will try another copy of the same lens on their camera. In some cases, the customer will tell us the second lens is the same as the first on their camera; meanwhile, the first lens seems fine when tested on other bodies. Here, the problem is a weakness in the customer’s camera body that became apparent only when a lens with heavier power requirements was used. In other cases, the second lens works fine for the customer and the first lens, when returned, gives ERR 99 on other bodies. Again, problem obvious, the lens had internal damage to the electronics or aperture system.
In a lot of cases though, the problem is less obvious. The new lens works fine for the customer, the old one seems to work well on other bodies. At first, we just shrugged our shoulders and said “one of those things” but over time, as we track the problems that occur with various copies of lenses and cameras, something became apparent to us. Unless we found the specific cause of ERR 99 and corrected it then the problem, while intermittent, would recur. We’ve worked on developing an ERR 99 stress test for lenses that only show the problem intermittently: we use an older camera body, halfway charged battery, and take up to several hundred shots being sure to change the aperture, zoom, and focal distance frequently. Doing this we’re sometimes able to reproduce the problem in a lens that otherwise seems to have just had some isolated ERR 99 reports.
That being said, there are also circumstances where ERR 99 has occurred and then never, ever happened again:
  • Using older battery (solved after replacing battery)
  • Bad CF card (solved after replacing card)
  • After marked temperature change (solved after letting the camera sit for a day or so, probably condensation)
  • After mounting battery grip (solved after remounting the battery grip)
  • With single lens only, all other lenses fine (solved by repairing the lens)
  • Early copies of 50D (solved after firmware update)
  • Camera used with third party shoe mounted flash (solved after flash removed)
  • Dirty contacts (solved by cleaning, sometimes that is the only problem)
  • For no apparent reason, it went away for good after doing the routine ERR 99 protocol. This part reminds me of “any sufficiently advanced technology is indistinguishable from magic”…

The LensRentals Error 99 Process

This is based on Canon’s technical support suggestions, with a couple of additions we’ve made as we gained experience.
First, we pull a “tech support” reboot.
  1. Turn camera off.
  2. Remove battery.
  3. Replace battery.
  4. Turn camera on.
  5. Try a shot.
Sometimes that works. If not then a full reboot:
  1. Turn off the camera.
  2. Remove the lens, battery, date-time battery (see below), and CF card.
  3. Allow the camera to sit without power for approximately 20 minutes with the power switch “on”. Recharge the battery during this time. (Full disclosure here: somebody once suggested the 20 minutes and power switch on part, we want to top off the battery anyway, and we’ve generally got other stuff to do so we do it this way. Waiting 30 seconds and using a different, fully charged battery would probably be just as good, but this is what we do.)
  4. Turn off the camera, replace the backup battery, insert the fully charged battery, turn on the camera.

  5. Press the shutter button to check for ERR 99.
  6. If ERR 99 occurs, remove the battery, examine and clean the battery and camera connections. If at all possible, try a different battery.
  7. If ERR 99 still occurs, use the manual sensor cleaning function to raise the mirror and open the shutter. If the shutter does not completely open, it is the source of the problem. If a leaf is out of alignment, some people have reported using a soft brush to move the shutter leaf back into place. Personally, I’d send it in for service.
  8. If ERR 99 still occurs, the camera almost certainly needs service. You might try reinstalling firmware, but it’s unlikely to work.
If there’s no ERR 99 after the above, the next step is to check the storage system:
  1. Insert and format CF card, then press the shutter button as you would to take a picture.
  2. If ERR 99 try a different brand and size of card. If no ERR 99, the problem was the card and you should be done.
  3. If ERR 99 still occurs with a different card, the problem is with the camera’s card connections, and repair will be necessary.
Finally, check the lens:
  1. Turn the camera back off.
  2. Gently clean the contacts on both the lens and the camera (see Note #2 below)
  3. Remount the problem lens, set to manual focus, IS off, widest aperture and take a picture.
  4. If no ERR 99 with everything off, activate autofocus, then IS, then stop the aperture down, taking a picture to confirm no ERR 99 after each step.
  5. If ERR 99 occurs, try a different lens. If only one lens is a problem, that lens needs servicing. You’ll get better service results when you can be specific: i.e. “ERR 99 only when IS activated, etc.” in your service request.
  6. If ERR 99 occurs with more than one lens, and no other cause is apparent, the camera needs to head to Canon for repair.
Note #1: Some ERR 99 problems occur only with the camera in certain settings: i.e only in Av mode, or only in AI servo. In these cases, repair is almost certainly needed.
Note #2: I know first-hand that Canon Service Techs use the “gently rubbing a clean pencil eraser” technique of cleaning the electrical contacts. I also know that knowledgeable electronic engineers state this is a bad idea, that the friction could wear out the gold plating on the electronic connections, leading to corrosion. Radio shack and other electronics stores sell electrical contact cleaning solution that can be used with a Q-tip or soft cloth to clean the contacts as an alternative. I’m still using the eraser; I figure if rubbing metal contacts across each other every time I change a lens isn’t wearing out the coating, the pencil eraser sure isn’t.

End Game

I know this has been an overly long and probably not-very-useful essay, but it’s a topic I really got into. I certainly will have made some omissions or mistakes in something this long and complex. I welcome corrections and suggestions from any of you with different experience in this area and plan on updating and upgrading this piece as I get more input.
Roger Cicala
LensRentals.com

Sunday, November 15, 2009

Nessuno puo emendarsi dal peccato che scorre nelle vene.
"Tak seorang pun dapat memperbaiki dosa yang mengalir di pembuluh darah saya"

waa suka banged sama kalimat itu. keren mampus.

Monday, November 09, 2009

Malam minggu lalu, saya dan teman-teman ITB mengikuti Urban-dung Legend yang diadakan komunitas Bandung Trails. Acara tersebut semacam safari ke tempat-tempat angker di Bandung yang menyimpan cerita (legenda). Saya, Naila, Tongky, dan teman-teman Tongky yang baru saya kenal yakni, Osmond, Iin, Hanung, dan Bob. Karena kami mengikuti acara tersebut di malam minggu, maka dapat disimpulkan bahwa kami semua jomblo (sebenernya ada juga orang pacaran yang ikut acara ini. Tapi intinya, kami bertujuh jomblo).

Rasa deg-degan yang mengendap sebelum acara ini dimulai sirna semua. Horee. Ternyata tidak seangker yang saya bayangkan. Mungkin karena acaranya kurang malam atau karna kota Bandung yang terlalu ramai sinar lampu atau karena si interpreter yang kurang ‘’greget” atau karna sepatu saya yang tidak nyaman. Entahlah. Kami masing-masing kayaknya malah disibukkan sama distraction-distraction yang ga penting tapi jelas.

Saya, kurang mendengarkan apa yang dibicarakan oleh sang interpreter karna sibuk memotret. Terutama ketika di lokasi Patung Pastor. Heh, dia bicara apa yaa.. habis tidak diberi waktu untuk foto-foto sama sekali jadinya pas interpreter bercerita saya malah memanfaatkan waktu tersebut untuk memotret. Terlebih, sepatu yang saya kenakan SANGAT TIDAK NYAMAN untuk berjalan lama-lama. Huhu. Pelajaran yang saya dapat hari itu: ternyata memakai sepatu yang tidak nyaman menyebabkan cepat letih dan males jalan (padahal saya suka jalan kok).

Ambulans Bahureksa yang katanya selalu balik sendiri tiap dipindahin

Naila, anak IF ITB, distraction dia malam itu, dia berharap saya adalah senior pujaannya yang bisa digandeng, dijadikan bahu tempat bersandar dengan adegan sok-sok takut sambil peluk-peluk gitu. Najis. Khayalan tersebut juga dipacu dengan adegan bergandengan tangan pasangan yang tersesat masuk di kelompok kami.

Tongky dan empat teman kimianya (mereka semua anak Tekim ITB) malah bergosip angkatan. Yea, sebenernya yang mereka omongin adalah gosip internal himpunan. Tapi cara bercerita mereka yang lebay menarik perhatian saya untuk mendengarkan.

Tur kita malam itu mengunjungi Ambulans Bahureksa, Rumah Kentang, Patung Pastor Verbraak, SMAN 3/5, dan Sumur Keramat Bandung. Eniwei, tiap denger rumah kentang, yang dibayangan saya bukanlah hal menyeramkan. Rumah kentang.. sounds delicious, eh. Sama kayak Waroeng Pasta, Rumah Duren, dan sejenisnya :q

Wednesday, November 04, 2009

“Legenda dan kisahnya sudah diturunkan dari generasi ke generasi.
Ketenarannya bahkan sudah menyentuh banyak bagian negeri ini. Sangkuriang, Interniran,
Ambulans Bahureksa, Rumah Kentang, Patung Pastor Verbraak, Nancy, dan Sumur Keramat Bandung.
Kini, terserah Anda untuk memercayainya.”

BANDUNG TRAILS menggelar
URBAN-DUNG LEGEND 2009
jalan-jalan malam bertema legenda dan hantu Bandung

Sabtu, 7 November 2009
Meeting Point : Seberang SMA Santo Aloysius, Jl. Sultan Agung (jam 19:00)
Ending Point : Gedung PLN, Jl. Asia Afrika (jam 22:30)

MENGUAK :
Kisah Interniran, Ambulans Bahureksa, Rumah Kentang,
Patung Pastor Verbraak, hantu Nancy, dan Sumur Keramat Bandung.

TIKET :
Rp 35.000/org (umum), umum ≥ 5 orang Rp 30.000/org
Rp 30.000/org (anggota milis BTers, plus mahasiswa,
anggota milis Bdg Heritage, JPPI, Archipelago Trails, TM Online, Tourism-Indonesia)
Termasuk: interpreter (pemandu), donasi Rumah Kentang & Sumur Bandung, makan malam & minuman spesial Urban-dung Legend “Bloody Nancy”, pin eksklusif BANDUNG TRAILS, dan games & prizes

BOOKING & PEMBAYARAN :
Booking: 022-7149667 (no sms please)
Pembayaran: Bank Mandiri Cab Setiabudhi no rek 132-00-0698336-6 an Bandung Trails atau
BCA Cab Kiaracondong no rek 280-049791-7 an Teguh Amor Patria
(mohon sms segera setelah pembayaran ke nomor booking di atas berikut nama bank,
jumlah peserta & jumlah transfer) paling lambat Kamis, 5 November 2009

DRESS CODE (disarankan tapi tidak wajib) : mengandung unsur Haloween
(contoh: topeng, jubah, lentera, lampion labu, sapu, dsb) untuk keunikan pendokumentasian event

Booking segera – tempat terbatas 75 orang saja – dan ikuti kuis berhadiah. Bawa juga kamera Anda!

Urban-dung Legend 2009 – Lebih malam, lebih lama, dan lebih menghibur…!

Catatan :
Urban-dung Legend merupakan perpaduan antara jalan-jalan dan entertainment bertema legenda dan kisah-kisah hantu terkenal di Kota Bandung. Urban-dung Legend 2009 tidak mengajak peserta masuk ke dalam bangunan-bangunan yang erat kaitannya dengan kisah-kisah tersebut, kecuali Rumah Kentang dan Sumur Bandung. Peserta tur diharapkan untuk membatasi harapan dalam konteks sewajarnya.


The Original BANDUNG TRAILS, founded in 2003, is dedicated to promoting Bandung and its heritage to the public through educational and tourism activities. Address: Jl H Ibrahim Adjie 304 No 24, Bandung, West Java, Indonesia. Tel: 022-7149667 E-mail: info@bandungtrails.net. Website: www.bandungtrails.net Join our Mailing List: bters-subscribe@yahoogroups.com and Facebook bandungtrail@yahoo.co.id

“The legend and the stories have been told from generation to generation.
Their fame is even nationwide. Sangkuriang, the refugee camp,
Bahureksa Ambulance, Potato House, Verbraak statue, Nancy, and the Holy Well of Bandung.
Now, it’s up to you to believe.”

BANDUNG TRAILS organizes
URBAN-DUNG LEGEND 2009
an evening walk of Bandung’s legend and ghost stories

Saturday, November 7, 2009
Meeting Point : Opposite of SMA Santo Aloysius, Jl. Sultan Agung (7 pm)
Ending Point : Gedung PLN, Jl. Asia Afrika (10:30 pm)

DISCOVER :
The story of the refugee camp, the Bahureksa ambulance, Potato House,
Verbraak statue, the ghost of Nancy, and the holy well of Bandung.

TICKET :
IDR 35.000 p.p. (public), public ≥ 5 persons IDR 30.000 pp
IDR 30.000 p.p. (members of BTers mailing list, plus students,
members of Bdg Heritage, JPPI, Archipelago Trails, TM Online, Tourism-Indonesia mailing list)
Inclusive of: interpreter, donation for Potato House & Bandung’s holy well, dinner & Urban-dung Legend’s special drink “Bloody Nancy”, BANDUNG TRAILS’ exclusive pin, and games & prizes

BOOKING & PAYMENT :
Booking: 022-7149667 (no sms please)
Payment: Bank Mandiri Cab Setiabudhi # 132-00-0698336-6 Bandung Trails or
BCA Cab Kiaracondong # 280-049791-7 Teguh Amor Patria
(pls sms right after payment to the above booking number along with the info on the bank, number of participants, and amount of transfer) by Thursday, November 5, 2009

DRESS CODE (recommended but not compulsary) : Haloween
(eg: mask, robe, lantern, pumpkin lamp, broom, etc) for unique documentation

Book soon – place is limited to 75 persons only – and join games. Bring along your camera!

Urban-dung Legend 2009 – Later, longer, and more entertaining…!

Notes :
Urban-dung Legend combines walk and entertainment. Urban-dung Legend 2009 will not take participants into the houses/buildings associated with the stories, except Potato House and the holy well.

The Original BANDUNG TRAILS, founded in 2003, is dedicated to promoting Bandung and its heritage to the public through educational and tourism activities. Address: Jl H Ibrahim Adjie 304 No 24, Bandung, West Java, Indonesia. Celullar: 022-7149667 E-mail: info@bandungtrails.net. Website: www.bandungtrails.net Join our Mailing List: bters-subscribe@yahoogroups.com and Facebook bandungtrail@yahoo.co.id

Tuesday, November 03, 2009

Ini postingan beberapa malam yang lalu. yang di tengah-tengah menulis, saya baru sadar anjis-ni-tulisan-pribadi-banget. abis itu saya berenti. Hehe. Tapi karena udah telanjur saya tulis panjang-panjang sekalian saja saya posting temans. Satu hal yang saya suka dari posting sesuatu di blog adalah, di kemudian hari saya bisa tertawa, bisa malu, dan keluar komentar begini, “oh dulu ko cara berpikir gue culun abis sih”. Yea, sekedar meninggalkan jejak. So, here we go.
----
Mmh.. baru jam setengah sembilan malam. Tumben saya ‘on’ jam segini. Maksut saya, ‘on’ di sini saya lagi ngerasa waras, detak jantung normal, adrenalin terpompa (loh, detak jantung sama adrenalin gimana si hubungan keduanya? Apa mereka satu orang eh organ atau gimana?). ‘on’-nya saya menyebabkan saya melakukan sesuatu yang terduga, tidak terencana, dan akan menimbulkan rasa OH-MY-GOD-KENAPA-BISA-BISANYA-GUE-MELAKUKAN-HAL-ITU di kemudian hari. Bukan penyesalan, hanya rasa malu yang bukan kepalang. Di lain pihak, ada rasa puas karena telah melakukan sesuatu. Yea, dina tanpa spontanitasnya hanya akan jadi orang yang terlalu banyak mikir dengan action nol. Dan postingan ini, akan menjadi salah satu tindakan tanpa berpikir panjangnya. Menyeramkan.

Saya lagi senang sama aplikasi twitter. Dengan stats sekarang, yakni 11 followers dan 35 following terlihat jelas saya bukan orang eksis dan populer di aplikasi tersebut (atau di belahan bumi manapun). Saya juga tidak pernah mempromosikan account saya di twitter karena, saya merasa nyaman hanya saya yang tahu saya punya social-networking account tersebut. Mereka yang (pada akhirnya) tahu saya punya account di twitter karena saya follow, hanya teman-teman dekat -yang tidak saya rencanakan untuk nge-follow saya. Hehe.

Dan, facebook jadinya.. umm, males ngurusnya. Sebenernya, yang bikin saya ilfil sama facebook adalah, aplikasi chatting-nya yang tiap saya buka fb ada saja orang yang ngajak ngobrol padahal saya nggak suka ngobrol kecuali punya interest sama atau punya tendensi tertentu. Huh. Ya, emang salah saya yang gaptek –dan baru-baru ini melakukannya- yakni meng-off-kan keberadaan di status chatting fb.

Kali ini, saya teringat si hp nokia 6280 yang hilang di Tanjung Lesung. Ini gara-gara getol buka twitter (yang jadi asik kalo lewat TweetDeck) dan aktivitas tersebut membawa memori lama saya ke si hp butut tersayang. Saya ingat, waktu itu hari keempat lebaran (kalo gasalah).. saya yang sedang berlibur bersama keluarga besar ke Mutiara Carita Cottage, mati gaya berada di pantai. Karena saya sudah terlalu hitam untuk (lagi-lagi) main di pantai. Yak, 6 bulan terakhir saya ke 4 pantai yang berbeda dan diperparah kkn yang mengakibatkan saya terlihat seperti akamsi di tengah anggota keluarga yang putih-putih.

Mati gaya di pantai, saya pun bermain saja dengan si hp dan lagi seru-serunya trending topics #janjijoko. Hahaha, kalo inget itu lucu banget. hari itu pula, saya jadi menyadari bahwa twitter kocak juga, bikin orang jadi gila dan menunjukkan kegilaannya. Dan sehari semalam itu saya tidak lepas dari si hp. Keesokan harinya, hp saya sudah hilang. Hueks. Begitukah kelakuan orang yang seharian bersama barang kesayangannya. Lalu ketika melihat pantai indah Tanjung Lesung langsung melupakan si hp dan baru inget pas udah perjalanan pulang.

Ok. Kemungkinan paling besar, hp gue jatuh dari tas dan cuma tersisa casing belakang yang emang dah dol.

barang bukti yang tersisa

Ok. Itu cuma hp butut yang baterenya udah bocor dan kameranya eror dan berisi kalender yang penuh sama agenda penting yang harus gue lakuin, film-film keren yang bakal muncul di tahun ini, notes yang penuh sama target-target, lagu-lagu keren yang harus didonlot, jadwal kuliah, nilai kuliah, absensi, dll.. I WANT MY CELLPHONE BACK!! Ha-ha-ha terbawa suasana doang ini mah. Sudah saya ikhlaskan kok :)
----

Udah, segitu aja yang bisa dipublikasikan. Sebenarnya, malah belum masuk inti permasalahan. No way, saya tidak mungkin pajang itu di sini. Cheers, everyone!

Monday, October 19, 2009

Saturday, October 17, 2009

Anak vs orangtua. Sebenarnya saya masih bingung dengan hubungan fungsional dari siklus biologis keduanya. Orangtua melahirkan anak. Anak nggak minta dilahirkan. Tapi, katanya hidup itu anugerah paling besar jadi berbahagialah sama yang telah dilahirkan ke dunia *meureun, kalo orangtuanya KB emang itu anugerah. Gatau deh yang nggak dan bikin negara makin miskin aja dan si anak itu sendiri sengsara.

Agak melenceng sepertinya saya. Dan yang mau saya omongin adalah, mengapa dalam hubungan fungsionalis biologis itu peran masing-masing, anak, ibu, bapak, terlihat pakem, statis, dan hanya mewariskan dari, hubungan anak-orangtua versi terdahulu. Maksudnya, si mamah aku atau mamahmu, dalam mendidik anak sering tanpa referensi kecuali bagaimana cara orangtua mereka dulunya mendidik mereka. Terjadi plagiarisme di sini, penjiplakan pola asuh. Padahal, anak mereka berbeda dengan mereka. Anak-anak yang mereka lahirkan itu, yang diwariskan mutlak hanya gen dan kromosom-kromosom (iya nggak sih), absolut. Sedang sifat, karakter adalah sesuatu yang berbeda, relatif, dan berdiri sendiri.

Mungkin memang benar ada penurunan sifat-sifat seperti kalimat-kalimat yang sering kita dengar ketika seorang ibu sedang memarahi anaknya, “watakmu memang seperti bapakmu. Keras kepala.” Tapi saya percaya, everyone is made of such specific details. Elo nggak bisa memperlakukan semua orang dengan perlakuan yang sama. Semua orang unik. Nggak biasa. Nggak sama. Jangan melakukan generalisasi.

Dann, sepertinya gue melenceng lagi. Yang mau saya tekankan di sini, semua anak pasti beranjak dewasa, tapi peran “anak” ga bakal pernah bisa lepas dari dia (saya nggak memungkiri itu). Cuma satu poin yang nggak saya sreg, nggak kompatibel sama jiwa saya. Kenapa orangtua dengan mudahnya menyatakan harapan-harapan, keinginan-keinginan mereka kepada si anak -yang tanpa mereka sadari telah menaruh beban yang berat ke pundak si anak. Sedangkan, kenapa si anak tidak bisa dengan mudahnya, dengan leluasanya, menyatakan mimpi-mimpi mereka kepada orangtuanya. Orangtua sudah curi start dengan terlebih dahulu menaruh beban-beban yang telanjur dipikul si anak. Terlebih, mimpi-mimpi si anak pada akhirnya bertentangan dengan mimpi-mimpi orangtuanya.

Menurut saya, banyak orang yang menjalankan hidup nggak sesuai dengan keinginannya atau mimpinya karena faktor tadi. Padahal ya, orangtua pasti mati (I mean, everyone must be dead). Dan kita, anak-anak yang ditinggal para orangtuanya harus menjalani hidup sendiri, menemukan pendamping, dan bikin anak lagi. Mengapa hidup harus terdikte sama yang melahirkan kita. wow, saya nggak bisa menemukan kata yang lebih halus dari itu. Maaf, jiwa sarkastik.

Dan yang mau saya luruskan di sini adalah, saya mempunyai orangtua yang amazing. Mereka nggak pernah BENAR-BENAR mengikat saya untuk menjadi A atau B. jelas mereka inginnya saya menjadi seperti yang mereka mau tapi kayaknya mereka udah nyerah untuk hal itu. still, I have doubts in my mind to tell them what I really want to do in my life. Dan meninggalkan pertanyaan besar buat gue: Why.

Mungkin pola asuh tadi ya. Mereka telanjur pernah nyuri start dengan mengatakan harapan-harapan mereka dari saya, telanjur pernah mengatakan tidak atas mimpi saya, telanjur pernah menaruh beban di pundak ini dan sejumlah do’s-and-don’t’s-thingy in my mind. Well, hingga pagi ini saya akhirnya memutuskan untuk mendobrak benteng tersebut. Benteng yang entah siapa yang menciptakan. Sayakah, merekakah, tidak penting..

There are dreams that I dare to dream, I’m striving to make them really do come true.

Thursday, August 20, 2009

(Tulisan ini dibuat pada Jumat (14/08) tapi baru sempat di-posting sekarang ^^!)

Hari ini saya cukup senang. Ok. Saya senang. Begini, hari ini tepatnya pukul 08.00 – 15.00 WIB saya ditugaskan menjadi juri kebersihan lingkungan dalam rangka peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus. Penugasan saya sudah dijadwalkan sejak lama. Dan sejak lama pula saya bete menunggu kedatangan hari ini. Jadi, saya sudah double bete dan bersiap-siap menjadi triple bete ketika melaksanakan tugas tersebut di hari H. ya iyalah secara saya menilai 31 RT dengan poin-poin membosankan seperti pekarangan rumah, keberadaan MCK, dan sejenisnya. Selain itu, saya juga membayangkan bahwa hari ini saya akan cape beerrraaattt melakukan safari keliling 31 RT.

Ternyata kenyataan berkata lain. Saya malah mendapat kesenangan dan saya merasa senang. Dimulai dengan kejadian switching form penjurian. Saya akhirnya menjadi juri keindahan dan kerapihan lingkungan yang poin-poin penilaiannya lebih asyik seperti pengadaan pagar, umbul-umbul, gapura, dan lampu hias. Saya juga mengalami pengalaman petualangan menjelajah desa Sindangwangi yang rapih dan indah. Melewati hamparan sawah yang menguning dengan background langit dan pegunungan, sungai-sungai, irigasi, dan juga trek yang cukup menegangkan (saya dibonceng Oke naik motor Pak Kadus).

Melihat keindahan alam itu semua saya hanya ingin berteriak “Wohoo!”. Saya pun berteriak kemudian bernyanyi-nyanyi kecil. Dan tak lupa, ternyata penjurian keliling 31 RT itu tak lain adalah wisata kuliner. Ya. Wisata kuliner, karena kami berhenti di pos ronda tiap RT untuk menyantap hidangan yang telah disajikan dan juga membungkusnya buat teman-teman di rumah induk semang.

Begitulah. Saya enjoy dengan hari ini. Lalu, ketika sore hari, ketika saya pikir hari sudah berakhir dengan happy ending.. ternyata tidak. Bad mood lantas menghinggapi hingga ingin men-skip waktu saja rasanya. Saya ingin pulang. Malam pun datang dan diisi dengan kegiatan rutin selama KKN –main poker. Hingga sebelum tidur pun saya menulis paragraf-paragraf ini. Goodnight everyone..

Saturday, August 08, 2009

Tebak saya di mana. Yosh! Saya saat ini sedang berada di warnet Desa Sindangwangi. Oke banget kaann huahahahaha. Well, walaupun saya cengengesan seperti saat ini sebenarnya hati saya sedang gundah gulana tak terkira *lebay MODE: ON

h-12 menuju kepulangan ke tanah air (baca: Tangerang), saya berada dalam fase jenuh plus masalah yang pasti datang menghampiri ke siapapun insan di dunia ini. Masalah terbesar adalah canon error99. huaaa. Entah karena kemasukan pasir, atau karena udara laut, atau karena entah.. yang jelas lagi-lagi karena pantai. Sensitif sekali. Dulu juga body kamera saya pernah muncul jamur sehabis saya pulang dari pantai (nampaknya si jamur juga masih ada hingga sekarang).

Masalah terbesar (lagi), saya kangen berat dengan keluarga. KANGEN PAARRRAAHHHH!

Yok. Sekian. Intinya saya lagi pusing.

Trouble will find you no mater where you go, oh oh.
No Matter if you're fast no matter if you're slow, oh oh.
The eye of the storm and the cry in the morn, oh oh.
Your fine for a while but then start to loose control. (Trouble is A Friend – Lenka)

Friday, July 31, 2009

Hai! Saat ini saya berada di Jatinangor. Saya menumpang tidur dua malam di kosan teman KKN saya, Fiki. Perjalanan panjang Dusun Balater – Jatinangor itu dimulai Kamis lalu dengan menggunakan bus cepat Budiman. Cukup melelahkan 6 jam perjalanan dan setengahnya adalah rute pegunungan berkelok-kelok.

Sampai di Jatinangor, kira-kira pukul 1 siang saya bersama Fiki langsung ke kosannya di Hegarmanah. Lalu saya ke kampus. Menanyakan surat cuti (yang ternyata masih di proses ). Si orang SBA menanyakan apakah saya Dina yang mengajukan surat cuti tersebut. Oh, tentu saja. Saya sedikit khawatir dengan cara kerja SBA. Saya mengerti SOP. Tapi masalahnya adalah orang-orang yang menjalankan SOP tersebut. Baiklah, saya tidak akan suudzon lebih jauh dan tetap berdoa surat cuti tersebut diproses dengan baik.

Di kampus, saya juga melihat nilai saya (yang tidak ada A-nya) kemudian ke piano room, maksud saya Ruang Oemi. Saya mencoba memainkan sebuah lagu. Dammit saya lupa bagaimana memainkannya dan menggerakkan jari-jari saya. Lalu tiba-tiba saja hal sekecil itu membuat mood saya berubah, BT. Yasudah, Triste Couer saja yang saya ingat lalu saya mainkan.

Berada di Ruang Oemi sendirian terlalu luas buat saya. Saya teringat teman saya dan menulis di atas piano berdebu tersebut “I miss u, as a friend”. Saya tahu, esok tulisan ini akan hilang atau ketika Ruang Oemi ini digunakan untuk keperluan ospek atau apapun, seseorang akan menghapusnya. It’s easy to erase the dust. Maybe it’s just the same as our friendship. But I will always be your friend if you only knew.

Hari kedua di Jatinangor, seharusnya agenda saya tidak jauh beda dengan hari pertama. Tapi saya malas ke mana-mana. Lalu sore hari bersama Fiki, kami pergi ke Jatinangor Town Square (Jatos). Berbelanja dan makan makanan yang diinginkan. Saya membeli Klenger Burger dan Fiki makan di Paparon’s Pizza. Haha. Tentu dua makanan tersebut tidak akan kami temukan di Dusun Balater :p

And here we go, hari ketiga di Sabitu pagi ini saya menyempatkan diri online dengan computer (akhirnyaa) setelah hp berminggu-minggu cepat lowbatt karena saya pake OL terus. Sudah ya, saya harus bersiap-siap karena beberapa jam lagi akan kembali ke Batu Karas. Maksud saya Dusun Balater.

Saturday, July 11, 2009

Besok, 13 Juli saya akan berangkat untuk KKN (Kuliah Kerja Nyata) ke Desa Sindangwangi, Padaherang, Ciamis sampai tanggal 22 Agustus 2009. Hari ini lagi sibuk-sibuknya. Packing, mengembalikan barang teman-teman, transfer foto, musik, dll.
Oh ya, karena 40 hari saya akan berada di desa maka saya akan kesepian. Bukan kesepian karena tidak ada orang atau teman. Tapi karena saya meninggalkan leptop yang merupakan music player saya. I will leave my keyboard, too L Saya memutuskan bawa kamera aja ke desa. Oleh karenanya, kemarin saya membeli Ipod. Yasudah hari ini saya juga sibuk mentransfer lagu. Repot karena si leptop saya tinggal di rumah.
Hmm, mungkin bagian yang terlewat saya ceritakan adalah Rabu kemarin, seusai nyontreng, saya dan kedua orangtua ke Jatinangor dan mengangkut semua barang-barang di kosan. SEMUA. Jadinya kosan saya kosong melompong. Tak ada tv atau leptop atau keyboard. Sudah dua malam ini saya tidur dalam sepi dan dua malam pula saya bermimpi berturut-turut. Heheh. Gatau saya dari dulu tidak bisa tidur tanpa suara berisik. Kalo nggak, bawaannya suka mimpi buruk atau terbangun dengan kaget tengah malam. Hiihhh.
Alhamdulillah, dua malam ini saya selamat. Cuma mimpinya aneh-aneh. Udahlah yaa, sukur-sukur ga mimpi tentang setan.

Sunday, July 05, 2009

Hari ini, saya dan keluarga besar (jumlah kami 17 orang) bertamasya ke Taman Wisata Matahari (TWM) di daerah Cisarua, Bogor. Tempatnya biasa saja. Malah kurang nyaman saking padatnya pengunjung. Dan lagi, untuk remaja beranjak dewasa seperti saya (ahiww) kayaknya cuma bisa mati gaya. It’ll be fun if you have kids anyway, haha. Karena emang semua permainan di sana ukurannya mini semua.

Hal baik yang diambil hari ini adalah saya bisa berkumpul bersama keluarga besar mulai dari nenek, kakek, tante, om(s) *banyakk, sepupu(s), dan tentu saja keluarga inti saya. Yah, memang ada yang kurang, which are my beloved sista and her family and my bro, too. Yah saya jadi inget Izaz (terutama) yang berada di Jubail nun jauh di sana. Saya yakin, kalau keponakan saya tercinta itu ikut hari ini akan lebih ramai, lebih rusuh, dan lebih liarrr (apa coba).
Yang penting (lagi), hari ini saya bisa berarung jeram \m/


Saturday, July 04, 2009

Setelah melalui masa kapok dengan internet -tentu saja aplikasinya- yakni gmail, ym, dan facebook.. finally saya kembali dan berusaha berhasil mengatasinya dan saya pikir saya memang berhasil. Yea, apalagi penyebab traumatic saya terhadap tiga aplikasi tersebut kalau bukan tragedi yang akhir-akhir ini saya tulis di postingan sebelumnya secara abstrak (karena memang bukan konsumsi umum). Oh well, singkat cerita saya baru sembuh dari perasaan down level tinggi karena kehilangan seorang teman baik, purely my fault.

Tapi saya tidak ingin melebih-lebihkan keadaan dan memperburuk situasi yang sudah memang buruk. Saya ingin bangkit. I’ve lost a friend. Fortunately, I haven’t lost myself. That’s the point. Life must go on, dear. Oleh karena itu, saya pun ingin menuliskan hal-hal lain di luar topik tersebut. Umm, let’s try.

Tanggal 23-29 juni kemarin saya mengikuti Bandung Tour De Bali. Berdua saja (tadinya mau berenam tapi ga jadi), dengan mantan pacar saya. Rencana berlibur ke Bali sudah kami buat sebelum putus dan mungkin kalian bisa membayangkan betapa kacaunya rencana tersebut. Dilematis. Antara uang dan harga diri. Huahahhahahha. Ga ikut, sayang duitnya (udah disetor ke si travel agent). Ikut, ga enak maning. lagi benci-bencinya soale putusnya beneran baru banget, kayak tai ayam gitu, masih anget. Bodohnya, dina yang ga konsisten ini malah berprilaku seperti masih seorang girlfriend buat dia. Dan dia berprilaku sama. Kita udah kayak sepasang kekasih yang berlibur. Yah, pokoknya apa yang terjadi seminggu kemarin tidak membuat saya berubah pikiran untuk tetap single.

Cerita Balinya saja ya teman-teman.. Perjalanan menuju Bali melalui jalur darat bener-bener ga bikin ketagihan. Kayaknya saya ogah dua kali deh naik bus dua malem menuju Bali. Sampai di Bali hari pertama, kita (saya dan rombongan tur) mengunjungi Galuh, Cening Ayu, Krisna, dan apa lagi saya lupa. Pokoknya semua pusat oleh-oleh. Jadilah hari pertama saya sudah kere duluan, shopping ‘til die.
oya, kami juga mengunjungi Bedugul. which is, fotonya adalah ini, hehe




Hari kedua, kami wisata bahari. Mengunjungi Batara water sports dan saya main parasailing, juga mengunjungi pulau Penyu di sana. Lalu kami ke Dreamland dan GWK (Garuda Wisnu Kencana). Yang paling berkesan buat saya adalah GWK. Okei banget. Tiap ujung jengkalnya adalah karya seni. Jenius gilak itu si Nyoman blablabla yang jadi otak atas patung GWK dan karya-karya dia lainnya. Malamnya, kami romantic dinner di Jimbaran. Oh yes, ada kejadian yang romantis tapi pasangan lain yang melakukannya. Heheheh.

Hari terakhir, saya dan my ex menyempatkan diri ke Sukowati dan kami juga baru nyadar kalau Pantai Kuta begitu dekatnya dari hotel tempat kami menginap. Hahahhah. Tau gitu mah kita ke pantai mulu, til die! Lalu bersama rombongan kita ke Joger dan Tanah Lot. Terus pulang deh.. oleh-olehnya untuk keluarga saja. Love them damn much :-*

Monday, June 22, 2009

Saya ingat Kamis lalu, 18 Juni, saya yang bête karena seseorang, memutuskan tidak ikut bersenang-senang bersama yang lain dan hanya ingin jalan, menghilangkan rasa kesal campur sedih. Kamu yang baik, memaksaku untuk naik ke motor dan pergi bersama. Tapi saya hanya ingin berjalan sendiri. saya berkata saat itu, “gue lagi pengen jalan. Sama kayak loe. Kalo lagi sedih atau bête loe juga cuma pengen jalan kan. Dan berharap di tempat tujuan rasa sedih loe udah ilang.”
Sejak sabtu lalu aku sudah berjalan terlalu banyak namun rasa sedih ini tidak pergi juga. Tidak tahu, berapa kilometer lagi ku harus berjalan hingga sedih ini berganti.

Sunday, June 21, 2009

From : dina tsh
To : God
Date : Mon, Jun 22, 2009 at 09:20 AM
Subject : [spatubutut] a letter to God
mailed-by: blogger.bounces.google.com


Dear God, please send him an angel. Amen.


I’ve lost a friend. He’s my precious.

Saya tidak pernah merasakan kehilangan seseorang sebesar ini. I can’t handle this kind of feeling. Mungkin saya tidak akan pernah mengerti rasanya jadi dia yang tersakiti begitu dalam. Dan pernyataan maaf seperti apapun tidak bisa menghilangkan rasa sakitnya.

Tapi tetap, saya ingin mengatakan ribuan maaf ke kamu. Maaf maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf.. aku ngga tahu lagi caranya minta maaf. Sepertinya untuk minta maaf pun sebenarnya saya sudah nggak punya muka ke kamu. Dina yang bodoh ini cuma bisa mengutuki dirinya sendiri.

Di siang hari, saya selalu bisa mengalihkan pikiran dan melakukan kegiatan bersama teman. Namun, ketika malam datang dan aku sendiri di kamarku, pikiran ini rasanya ingin gila saja. Selalu bertanya: KENAPA.. tak ada habisnya….. Maaf :(

in your old room where we caught you
stepping through some old song

you said came from
where your going
a lady read it in you palm

down at the 12th avenue market

the promise you will not forget

you are going

till its gone


screen went blue
before i touched you
and my ride went home

all the photos came out lonely
but we're not alone
talking of everything we could not hope

i was stupid of thinking of east coast

already now its gone


there are things i cannot forget

i wish none had happened yet

there are some things i cannot forget


we were stronger than the preachers

we were wiser than the wall

took our sleeping by the river
and the beaches in your car
up where you taught me how to drive a stick

and told me your family secret

you were scared i was caught


why'd you stay behind
packing for the trip
why'd you ask me to be the one

first through your lips

i was awkward and i could not hear

your body through my body's fear

we were going to hell


there are things i cannot recall

there are some things that would risk it all

but these are the things we cannot recall

these are the things i cannot recall


**Things I Cannot Recall (by: Blind Pilot)

Monday, June 01, 2009

Sepertinya saya ini orang yang hidupnya hanya dituntun oleh mimpi. Mimpi saya segudang, beberapa mengatakan mimpi saya rendah. Nyatanya, mimpi serendah apapun tidak dapat diraih dengan mudah. Namun sebenarnya mimpi saya tidak rendah, hanya saja saya tidak pernah menceritakan dengan detail apa saja yang hendak saya raih. Saya ingin bahagia dan sukses. Bukan sukses. Lalu bahagia.

Keegoisan saya dalam mencapai mimpi ini sangat tinggi. Saya selalu berpikir positif bahwa saya mampu meraih semua mimpi saya. Sayangnya, hal tersebut berdampak negatif kepada orang lain. Orang lain pertama yang nampaknya selalu saya kecewakan adalah orangtua. Tidak bisa tidak, saya berprilaku sebagai bukan anak yang patuh dan diperbudak mimpi sendiri di depan mereka. Seringkali menangis, mengancam, demi membujuk mereka mengikuti keinginan saya.
Dengan mimpi pula, saya berdoa. Sepertinya, tanpa bermimpi saya tidak akan pernah terpikir untuk menemui dan memohon kepada-Nya. Sepertinya, menyembah-Nya bukan tujuan saya. Beribadah dan berdoa Nampak hanya sarana demi mencapai mimpi saya. Sarana yang esensial. Munafik kah? Dosa besar kah? Fasik kah? Tuhan, beri saya umur..

Sunday, February 15, 2009

dua postingan sebelumnya membicarakan hal yang berbeda. tentu saja, sensasinya juga beda.

hmm.. jadi pengen make jaket

Oje sudah selesai. Ga nyangka udah terlewati semuanya. Kontribusi saya sejauh ini tidak cukup besar mungkin di banding teman-teman yang lain tapi lumayanlah. Menjadi bagian dari tim getting desk lifestyle, saya getting malas bukan kepalang. Di kepanitiaan sosialiasasi oje, saya berada di divisi publikasi. Kemudian di pra oje jadi dokumentasi dan pada oje-nya beralih jadi logistik. Wara-wiri.

Nun aneh jauh di sana, ketika teman-teman heboh dan bergelora terhadap kaum muda alias jurnal-jurnil yang baru saja resmi bernaung di bawah payung hmj, saya malah diresahkan dengan… perasaan-perasaan di luar itu, sesuatu yang bukan termasuk ranah esensi oje, hehe.

Monday, February 02, 2009

Asyiknya jadi kepala negara. Well, itu yang ada di kepala saya ketika menyaksikan berita TVOne sekitar pukul enam lewat, 30 Januari lalu. Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam keras atau bahasa gaulnya menyinggung atau mempermalukan Presiden Israel Shimon Peres pada World Economic Forum. Lalu ia meninggalkan forum internasional itu begitu saja. Lanjutannya, pas bailk ke tanah air ia dielu-elukan oleh warga Turki. dahsyat.




Enak juga yah, klo jadi kepala negara gitu bisa merealisasikan sikap tegasnya sama Israel. Lah saya, hanya bisa mengutuk-ngutuk di depan kotak ajaip berwarna. Ah saya bangga sekali dengan kepala-kepala negara yang bisa menyuarakan kata hatinya tanpa takut dengan tetek bengek Amerika maupun Eropah. Turki, Iran, Venezuela, dan lain-lain. Nice job!

Thursday, January 01, 2009


Ports of Lima dinobatkan sebagai album terbaik tahun 2008 versi majalah Rolling Stone Indonesia. Sungguh menjadi prestasi dan bingkisan yang indah untuk Sore di penghujung tahun.
“Lewat aransemen yang dramatis bagaikan scoring sebuah film yang belum dibuat, Ports of Lima adalah album untuk segala macam suasana hati,” tulis Rolling Stone dalam edisi Desember 2008.

Terlebih lagi, album Ports of Lima ini menempati peringkat pertama diikuti dengan album Top Up-nya Nidji dan beberapa band lokal terkemuka lain seperti Peterpan, Andra and The Backbone, dan lain-lain.

Ports of Lima yang dirilis pertama kali oleh Aksara Record tanggal 11 April 2008 mendapat banyak pujian dari para kritikus musik. Bermodalkan 13 lagu, album kedua Sore memang patut diacungi jempol. Selain lebih banyak memasukkan distorsi pada gitar, album ini juga lebih personal dari album sebelumnya. Memang, beberapa lagu dalam Ports of Lima terinspirasi dari pengalaman pribadi para personel Sore. Beberapa lagu lainnya terinspirasi dari film. Simak saja "Essensimo" yang terinspirasi dari film Truffaut's 400 Blows, "400 Elegi" yang terinspirasi film Lynch's Elephant Man, dan lagu "Come By Sanjurou" (terinspirasi film Kurosawa's Sanjurou).

Sebelumnya, album pertama mereka yang bertitel Centralismo (2005) dinobatkan sebagai “One of 5 Asian Albums Worth Buying” versi majalah Time pada 12 September 2005.

"Sore's musical products are a pastiche of several genres gleaned enthusiastically from listening to and experiencing the music of the various decades of the 20th century, and culminating in what can only be described as ""collage rock"", a totally new, totally exciting sonic experience." (Jakarta Post 2005)

Uniknya, tidak ada vokalis utama dari band ini. Sore terbentuk pertama kali tahun 2001 dengan formasi Ade Paloh (guitar, vocal), Mondo Gascaro (piano, keyboard, vocal), Awan Garnida (bass, vocal), Gusti Pramudya (drums, vocal) Reza Dwiputranto (guitar, vocal). Spidolbiru menyaksikan penampilan live Sore terakhir kali yakni pada acara Simphonesia di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung akhir November lalu. Dan terbukti, Sore memang brilian!

Sumber:
http://www.rollingstone.co.id/index.php?m=rs&s=news&a=view&cid=36&id=49
http://www.facebook.com/home.php#/pages/SORE/18706426966